Apakah Buku Tabungan Itu Penting?

Bismillah

Pertengahan Januari lalu, Ayah saya operasi PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy) di Rumah Sakit ASRI Jakarta Selatan, ditemani Ibu dan saya. Sekadar informasi, PCNL adalah metode pengambilan batu ginjal yang berukuran besar (>2 cm). Batu ginjal akan dihancurkan di dalam, dan dikeluarkan melalui selang. Keuntungan dari metode PCNL dibanding operasi terbuka adalah resikonya kecil (apalagi Ayah juga kena diabetes), luka operasi yang kecil (1-2 cm), dan pasien bisa cepat pulih. Kata Dokter Nur Rasyid yang menangani kami, Ayah mesti 2 kali operasi (berselang 2 hari) karena batu ginjalnya sedemikian besar/banyak.

Lalu, apa kaitannya metode PCNL dengan buku tabungan?
Sabar. Tulisan ini belum selesai. :D

Dr Nur Rasyid juga tangani pasien di RSCM. Di RSCM, sebenarnya Ayah bisa pakai ASKES. Tapi, RSCM, seperti yang kita tahu, well... RSCM... :D Masalah kecil timbul saat saya minta rincian biaya sementara. Jumlahnya lumayan buat beli mobil seken. Di Rumah Sakit ASRI ini, pembayarannya bisa tunai atau debit/CC. Ibu sudah antisipasi dengan deposit setiap hari, sejak Ayah mulai dirawat inap (cuma 7 hari Ayah di RS). Namun, dihitung-hitung, tetap tidak cukup karena limit kartu Mandiri Ayah cuma Rp 5juta. Kartu debit BNI saya limitnya Rp 10juta. Masalahnya, saldo saya saat itu cuma 400rebu #gubraks :))

Buku tabungan yang tidak penting
Jadi, idenya begini. Semua anak-anak Ayah kumpulin cash ke rekening saya di BNI. Di depan Rumah Sakit ASRI ada KCP BNI. Cakep. Yang bisa didebit ya pakai debit, sisanya saya akan ambil cash pakai buku tabungan. Eh, bentar. Buku tabungan? Buku tabungan saya ke mana, ya?! Setelah bongkar-bongkar kamar kos sedikit, buku tabungan saya ketemu. Selama ini saya hanya ambil tunai dari ATM. Kalau mau setor tidak pernah banyak-banyak. Rugi bandar kalau nabung model konvensional begitu. Kalau mau transfer saya pakai e-banking. Buku tabungan saya nganggur.

Saya termasuk orang yang anti dengan penggunaan kertas berlebih.

Singkat cerita, saya ke KCP BNI Duren Tiga. Inilah langkah-langkah saya ambil uang tunai.
  1. Mengisi slip penarikan. Lengkap dengan tanda tangan.
  2. Mengantri. Menunggu dipanggil oleh Mbak Dwi.
  3. Memberikan buku tabungan, dan slip penarikan.
  4. Membubuhkan tanda tangan di sebuah kertas kosong, di dalam kotak.
  5. Menyerahkan KTP atau kartu identitas yang digunakan saat membuka rekening.
  6. Menyerahkan kartu ATM saya, dan memasukkan PIN saya. Dua kali pula.
  7. Ditanya pertanyaan verifikasi, "Boleh tahu nama Ibu kandung Bapak?"
Setelah saya beri jawaban yang benar, saya pikir ini yang akan terjadi : terompet akan berbunyi, lampu KCP BNI Duren Tiga akan menyala kelap-kelip indah sekali, ada kertas warna-warni turun dari langit-langit, semua pegawai BNI di situ akan tersenyum dan bergantian menyalami saya, tepuk tangan riuh membahana dari seluruh nasabah yang antri, dan akhirnya saya pun bisa mengambil uang tunai. :))

Kenyataannya, prosesnya belum selesai sampai di situ. Buku tabungan saya, terakhir dipakai sudah lebih dari 6 bulan yang lalu. Overload. Tidak cukup lagi untuk mencetak histori transaksi. Kalau mau dicetak semuanya, kemungkinan saya butuh 2 buku tambahan. Itu merepotkan, plus saya mesti bayar ekstra untuk hal yang tidak saya pakai. Saya tawarkan opsi, supaya saya tidak perlu cetak transaksinya. Mbak Dwi bersikeras saya mesti ganti buku. Saya pun bicara.

"Kamu sekarang jadi nggak dewasa gitu, sih? Harusnya kamu bisa berpikir visioner dong, punya alasan logis untuk tiap keputusan. Ini kan demi kelanjutan hubungan kita berdua. Memangnya kamu kenapa sih? Lagi PMS? Atau ada masalah di kantor? Atau, udah bosen? Obrolin aja, Say..." *sambil plintir-plintir rambut dia*

Paragraph sebelum ini tentu saja fiktif. *pembaca mengelus dada, lalu membersihkan bekas muntahannya masing-masing*. Intinya saya pengen ngobrol sama Bosnya. Waktu itu Mbak-mbak juga, saya tidak tahu namanya (name tag-nya kebalik), tapi sayang dia sudah pakai cincin. #nikunghore2012 anyone?.  Akhirnya disepakati begini. Saya tidak perlu buat buku baru, tapi histori transaksi dicetak di kertas khusus, dan dikokot (di-staplers) di buku tabungan saya yang lama.

"Maaf Pak Prabowo, ada charge sebesar Rp 1000 karena penarikan tunai tidak dilakukan di kantor cabang tempat membuka rekening. Saya langsung debet dari saldo Bapak ya.."

Saya menghela nafas. "Iya, Mbak.." lalu teriak dalam hati,

*******

Dari cerita saya, sebenarnya bisa diambil kesimpulan bahwa untuk tiap alasan yang bilang buku tabungan itu penting, bisa dipatahkan dengan logis.

Buku tabungan penting untuk mengambil uang tunai?
Tidak juga. Seperti yang dilihat, ada banyak sekali dependensi lain untuk mengambil uang tunai. Kalau masih ditanya juga di teller, bilang saja buku tabungan sudah hilang, dan yang Anda ingat hanya nomor rekeningnya. Kalau disuruh bikin surat keterangan kehilangan, bilang saja dananya Anda perlukan secepat mungkin, untuk biaya operasi orang tua. Tidak ada waktu ke kantor polisi segala.

Buku tabungan bisa dipakai untuk kejahatan? Misalnya, orang bisa mencuri buku tabungan kita untuk tarik tunai?
Hla, maka dari itu jadi nggak usah ada buku tabungan aja kan? Verifikasi saat ambil tunai bisa dengan yang lain. KTP, PIN ATM, tanda tangan, security question, atau kombinasi semuanya, dll.

Dari buku tabungan kita bisa tahu saldo terakhir atau histori transaksi?
Kenapa mesti pakai buku tabungan? Dari e-banking saja sudah ketahuan. Paling kepepet, Anda bisa cetak rekening koran untuk tanggal kapan pun. Biayanya seribu rupiah per lembar. Tapi saya nggak pernah pakai.

Kalau mau kredit apa-apa, kan biasanya ditanyain transaksi rekening 3 bulan terakhir?
Hahahaha. Yang diminta kan cuma salinannya? Saya bikinin pake Gimp deh sini :). Mau saldo yang tadinya cuma Rp 100ribu jadi Rp 500juta pun bisa :)). Kalau mau main jujur, seperti di atas, kita bisa cetak histori transaksi dari e-banking.

Buku tabungan penting untuk gaya-gayaan?
Bro, you are soooo si Doel Anak Sekolahan. Kalau sekadar untuk gaya, bisa pakai CC atau kartu debit yang bejibun. Lebih enak gaya-gayaan pakai kartu yang bisa nyelip dalem dompet, daripada bawa-bawa buku tabungan (walaupun limitnya cuma 2 juta perak atau saldonya kosong :)) ).

Buku tabungan penting kalau ada perbedaan detil transaksi dengan yang dicatatkan oleh Bank?
Coba perhatikan baik-baik syarat dan ketentuan umum di halaman terakhir buku tabungan. "Apabila saldo berbeda dengan catatan Bank, maka yang berlaku adalah saldo menurut catatan Bank berdasarkan bukti-bukti yang ada." :))

Mungkin Anda punya pendapat sendiri? Silakan tulis di bagian komentar ya :)

Btw, tentang buku tabungan ini juga pernah dibahas Fajran di blognya.

6 komentar:

  1. Hmm, ane punya sudut pandang yg berbeda dengan ente gan (sori bahasa kaskus :p)

    Kebetulan sekarang ane sedang bekerja di salah satu bank pemerintah yang punya jaringan terbesar (ini fakta, bukan sekedar klaim) sampai ke daerah-daerah pelosok yang belum berani dimasuki oleh bank-bank lain (banknya orang desa, kata orang2).

    Sedikit bantahan dari ane:
    "Buku tabungan penting untuk mengambil uang tunai?"
    Iya, penting sekali, setidaknya untuk saat ini. Di bank tempat ane kerja, ada dua produk tabungan. Britama dengan sasaran masyarakat kota, dan Simpedes dengan sasaran masyarakat suburban dan pedesaan. Sampai saat ini produk Simpedes masih lebih banyak dibanding Britama. Dan percaya atau tidak, sebagian besar nasabah Simpedes belum mempunyai kartu ATM. Wajar, karena fitur ATM baru dikenalkan di Simpedes sejak 3-4 tahun belakangan.
    Jangan dulu ngomong internet banking, sms banking, ataupun merchant. Untuk ATM saja sebagian besar nasabah Simpedes enggan menggunakannya karena faktor edukasi yang kurang maupun masalah biaya ATM perbulan. Disini kita berbicara tentang masyarakat Indonesia yang mayoritas masih (maaf) buta teknologi.


    Otomatis, satu-satunya jalan mereka untuk mengambil tabungan adalah dengan buku tabungan..

    Ane tahu ini karena sampai sekarang bank ane masih kepayahan menawarkan ATM ke nasabah Simpedes :D


    "Buku tabungan bisa dipakai untuk kejahatan?"
    Yang ini ane no comment. Mungkin buku tabungan bisa berguna, untuk para pelaku phising misalnya. Silakan ente coba sendiri :p

    "Dari buku tabungan kita bisa tahu saldo terakhir atau histori transaksi?"
    Secara garis besar, ya. Terutama untuk nasabah-nasabah yang nggak punya ATM dan E-Banking seperti yang ane jelaskan di atas. Otomatis mereka selalu mnggunakan buku tabungan untuk transaksi, dan pasti tercatat di sana. Untuk rekening koran, ane yakin nasabah yang nggak ngerti ATM kemungkinan besar juga nggak tahu apa itu rekening koran. Jadi satu-satunya sarana untuk mengetahui track record keuangan mereka, ya buku tabungan.


    "Kalau mau kredit apa-apa, kan biasanya ditanyain transaksi rekening 3 bulan terakhir?"
    Untuk salinan transaksi, sebenarnya lebih sebagai tindakan preventif dan psikologis untuk menilai kejujuran dari si pemohon kredit. Bank sudah punya catatan sendiri yang lebih valid.

    "Buku tabungan penting untuk gaya-gayaan?"
    No comment :)

    "Buku tabungan penting kalau ada perbedaan detil transaksi dengan yang dicatatkan oleh Bank?"
    Apabila saldo berbeda dengan catatan Bank, maka yang berlaku adalah saldo menurut catatan Bank bedasarkan bukti-bukti yang ada. Iya memang benar, dan itu berlaku untuk semua print out transaksi dari media apapun, termasuk ATM dan E-Banking lainnya :)

    Sekian dari ane, dengan catatan ane menceritakan dari sudut pandang bank ane. Tapi ane yakin hal yang sama juga berlaku pada bank-bank lain.

    Sori gan kalo acak-acakan :malus

    BalasHapus
    Balasan
    1. @ rian
      Wow, makasih komengnya Gan, nanti ane taruh pejwan :ngakaks

      Mungkin dari sisi BRI, ada ceruk pasar yang tidak atau belum dilirik Bank lain. Dalam hal ini, nasabah yang masih kolot dan prefer ke buku/kertas/fisik. Produk Simpedes yang Anda sebutkan itu, juga dimiliki oleh Ibu saya (yang agak kolot). Walhasil, karena tidak bisa debit, saya mesti bolak-balik Rumah Sakit - ATM di Alfamart hanya untuk ambil tunai. Sangat tidak praktis.

      Maksud saya, alih-alih menciptakan produk jadul dengan harapan ada lebih banyak orang kolot yang akan pakai, mengapa tidak mengubah mindset pasar sehingga orang akan berangsur-angsur beralih ke teknologi yang lebih canggih? Mungkin ini kerugian bagi BRI, karena sekali BRI (yang paling dekat dengan orang desa sarungan) selesai mengedukasi pasar, Bang Beni, Bang Becak, Bang Mandi Sendiri, dan Abang2 yang lain sudah tinggal ongkang-ongkang kaki masuk ke desa, tanpa sales-nya harus kerja keras. Tapi, untuk jangka panjangnya, ini akan menguntungkan dunia perbankan dan masyarakat.

      Soal pengajuan kredit, yang saya maksud bukan pengajuan kredit ke Bank, namun ke lembaga kredit seperti leasing mobil. Saya sempat mengurus hasil scan copy rekening koran bank yang namanya pun belum pernah saya dengar. Jadi, sulit rasanya (dari pihak leasing) memverifikasi kebenaran rekening/saldo calon kreditur truk/mobil. Akibatnya, semua client saya lolos dan berhasil-berhasil saja ambil truk yang harganya ratusan juta. Ini ilegal, tapi dari sini saya jadi kenal banyak orang. :)

      Terima kasih sudah berkomentar.

      Hapus
  2. Sekedar numpang buang komentar aja, ya simpel aja kenapa buku tabungan itu penting ya karena kamu adalah nasabah Bank dan buku tabungan adalah sarana identitas kepemilikan rekening simpanan nasabah seperti hal nya identitas KTP.

    Kalau kamu hidup dan mempunyai aktivitas sosial di suatu sekumpulan populasi bernama negara ya maka kamu harus mempunyai identitas yang berfungsi untuk membedakan orang satu dengan lainnya, bahwa kamu ini lho yang bernama Prabowo, laki-laki tulen, dan aku anak dari pasangan ini itu..

    Di bank juga sama, Butab berfungsi sebagai identitas bahwa
    kamu ini lho orang yang mempunyai saldo simpanan sekian-sekian dengan bunga sekian-sekian dan fasilitas sekian-sekian.

    Bayangkan saja negara tidak mempunyai sistem identitas, bisa-bisa berantem kalo kebetulan ada orang yg nama, agama, jenis_kelamin, dsb sama kayak kamu alih-alih bacok-bacokan pada saat rebutan warisan :D

    Begitu juga di bank tanpa adanya Butab, kayaknya gue bisa tarik saldo rekening nya Melinda Dee karena bisa aja aku bilang mau tarik tunai atas rekening sekian asal hafal no rekeningnya

    Ya intinya bukti kepemilikan aja masalah ada ATM, internet/sms banking itu hanyalah identitas lain saja yang sahih tapi bukan identitas utama seperti hal nya SIM, paspor gak akan bisa dibuat kalo gak ada KTP.

    Gitu Bo...

    *tarik_tarik_pipi_Bowo_dari_jaman_kuliah_masih_tetep_nge-gemesin*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maksud dari tulisan ini bukan mengajak orang untuk membakar buku tabungan mereka masing2, tapi memang untuk melihat manfaat buku tersebut dari berbagai sisi, dikupas mendalam dari bermacam sudut pandang, termasuk dari orang bank (komentari oleh Rei). Terima kasih banyak :)

      Jika memang nanti fungsi utama adalah sebagai identifikasi, mungkin bentuknya bukan buku, tapi lebih ke card seperti ATM saja, di mana di situ ada sidik jari/tanda tangan/bukti lain. Sedangkan fungsi untuk cetak histori transaksi yang memakan biaya, waktu, dan kertas (hutan) semoga bisa tergantikan dengan wujud digital sahaja. Demikian, menurut saya.

      Hapus
  3. Arah perbankan ke depan memang sudah seperti apa yang kamu pikirkan di atas. Mungkin kalo boleh aq sebut merk seperti Bank Permata juga sudah tidak pake Butab, Commonwealth juga ada produknya gak pake Butab. Ya intinya memang terserah ke depan arah operasional perbankan seperti apa yang jelas TETAP harus adanya feedback bagi nasabah simpanan entah berupa Butab atau non Butab dimana rekening koran dikirim perbulan oleh bank bersangkutan karena regulator BI juga mewajibkan transparansi detail transaksi/saldo simpanan jadi untuk sekarang ya kebanyakan bank pake Butab/cetak RC buat feedback ke nasabah.

    Oh iya, FYI aja kalo Bowo mau Bank dengan fasilitas seperti diatas dateng aja ke Bank-bank asing yang ada di Indonesia seperti Citybank, Commonwealth, HSBC dsb dimana rata-rata mereka menawarkan produk simpanan berkonsep paperless. Dan entah kenapa kalo bank-bank lokal(apalagi bank BUMN) cenderung tertinggal baik konsep operasional/teknologi dengan bank asing. Mungkin disesuaikan dengan kultur masyarakat kita kali ya yg cenderung masih konvensional...

    Mayoritas orang indonesia tidak berpikiran seperti layaknya apa yang kamu pikirkan :) jadi selama kultur masyarakat Indonesia masih berkonsep seperti hal nya diatas maka BUTAB gak akan ada matinya :))

    btw, pemikiran mu ini sudah pernah diusulkan dalam forum teknologi perbankan di kantor ku tetapi seperti biasa, masih kajian :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. -- Arah perbankan ke depan memang sudah seperti apa yang kamu pikirkan di atas.

      Saya memang visioner Nggar, cocok jadi manager kamu. :))

      Iya. Nasabah kita memang agak2 kurang siap. Dulu sempet ada rekening Shar-E dari Bank Muamalat, bebas biaya bulanan tapi nggak dapet buku tabungan. Menurutku tidak ada buku tabungan juga bikin operational cost jadi lebih kecil. Mungkin nggak sekarang Nggar, entah berapa lama lagi, ada penerapannya.

      Hapus

speak now or forever hold your peace

About Me