Happiness

Bismillah

Menurut Anda, apakah kriteria buku yang bagus? Sering kita tertipu dengan label “Best Seller” yang disematkan di selimut buku-buku lokal. Namun, tahukah Anda bahwa sebenarnya tidak ada aturan baku dari penerbit-penerbit yang terhormat soal label itu? KKG misalnya, mengharuskan sebuah buku meraih penjualan 6000 eksemplar dalam 6 bulan pertama. Memang benar apa kata Andrea Hirata, profesi paling menyebalkan adalah penerbit buku.

Alhamdulillah, juragan saya yang baru orangnya seneng baca. Di pabrik, kami punya sebuah rak buku sederhana tapi isinya buku-buku bagus plus mahal bin impor. Buku pertama yang saya mulai kunyah adalah Delivering Happiness karya Tony Hsieh (baca: 'shay'), seorang entrepreneur keturunan Asia yang sukses dengan LinkExchange.com (terjual ke Microsoft tahun 1998 senilai $265 juta) dan Zappos.com (diakuisisi Amazon tahun 2009 dengan nilai $1.2 milyar). Waktu saya bertapa dan berangkat ke Jogja, @stwn juga kabarnya mau kasih saya buku itu, tapi nggak jadi karena kami tidak sempat bertemu. Emang dasar ini buku rejeki saya, akhirnya juga ketemu lagi. Hehehe.

“Layaknya jodoh, rejeki tak akan kemana” – @stwn
“Layaknya rejeki, jodoh juga bisa dipatuk ayam” – @sangprabo


Delivering Happiness (Tony Hsieh)

Tony Hsieh, layaknya orang Asia Timur lainnya, menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menjadi entrepreneur. Tony 9 tahun ingin menjadi penjual cacing tanah nomor 1 di dunia. Ia beli ratusan cacing sebagai modal awal, yang dengan konyolnya ia beri makan kuning telur setiap hari (dengan asumsi banyak atlit yang juga mengonsumsi telur mentah). Setelah sebulan, saat ia memeriksa isi kotak cacingnya, tidak ada apapun. Tidak ada telur cacing. Bahkan tidak ada cacing sama sekali. Cacingnya kabur entah ke mana, atau mungkin dimakan burung yang kebetulan lewat.

Bisnis pertamanya gagal.

Delivering Happiness bukan buku tentang Zappos, bukan tentang Tony, bukan pula tentang cara menjadi milyarder (seperti yang kita sering lihat di rak-rak toko buku sok "Best Seller", lengkap dengan foto orang pake jas mbois dan parlente). Ini adalah buku tentang pencarian jalan menuju kebahagiaan, dalam bisnis dan dalam hidup. Mungkin akan makan banyak kata untuk menceritakan kembali isi buku ini, tapi akan saya coba tulis kembali beberapa bagian. Khusus untuk Anda, pembaca setia blog prabowomurti dot com. *pembaca bersiap muntah di kantung plastik yang sudah disediakan*

Early Life
Masa kecil dan SMA Tony biasa-biasa sahaja. Kecuali kemampuan melihat peluang bisnisnya yang sudah terlatih sejak kecil. Ia hampir bisa menghasilkan uang dari mana saja. Sewaktu ada larangan pendirian gerai makanan cepat saji di lingkungan kampus, otak bisnisnya berputar. Ia bicara dengan salah satu manager McDonald's terdekat, dan ia pun bisa mendapatkan burger beku, yang kemudian ia bawa ke asrama. Dengan harga jual $3, ia sudah untung $2 per burger.

Menyadari margin profit pizza lebih besar (sebuah pizza ukuran besar dengan modal $2 dapat dijual lebih dari $10), ia beli oven pizza seharga $2000. Bisnis pizzanya maju pesat, saat ia berkenalan dengan Alfred (yang pada akhirnya menjadi CFO/COO di Zappos). Alfred adalah customer nomor 1 bisnis pizza Tony. Alfred selalu membeli pizza dalam jumlah besar. Bertahun-tahun setelahnya, Tony menyadari bahwa ternyata Alfred menjual kembali pizza-pizza yang ia beli kepada teman-teman sekamarnya per slice! Setelah dihitung ulang, Alfred menghasilkan uang 10x lipat lebih banyak daripada Tony! What a business.

Oracle
Tony akhirnya lulus kuliah dan, bersama Sanjay teman kuliahnya, diterima bekerja di Oracle. Dengan annual salary sebesar $40,000, beban pekerjaannya tidak terlalu sulit (Tony bahkan punya jadwal untuk pulang ke apartmentnya jam 11:30 untuk makan dan tidur siang, lalu kembali bekerja jam 13:45). Di suatu pagi, saat ia menekan tombol 'snooze' pada alarmnya hingga lebih dari 6 kali, ia merasa rutinitasnya membosankan. Ia dan Sanjay akhirnya berhenti dari Oracle setelah 5 bulan bekerja.

LinkExchange Lahir
Masa depan Tony sebenarnya masih tak jelas. Dengan bisnis web design/development yang digelutinya bersama Sanjay, ia juga merasa kurang memiliki passion. Mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan setelah resign, tapi mereka berdua sudah belajar apa yang TIDAK mereka inginkan. Mereka tidak ingin bekerja di Oracle, tidak ingin bergelut di web design. Sampai di suatu malam, ide tentang LinkExchange muncul.

Logo LinkExchange tahun 1998
Setelah 5 bulan beroperasi, LinkExchange sempat ditawar Lenny dari BigFoot, senilai $1 juta. Tahun 1997, tepatnya saat umur LinkExchange baru 10 bulan, Jerry Yang dari Yahoo! juga sempat menawar. Nilainya tak tanggung-tanggung, $20 juta. Tapi Tony tak menjualnya.

Microsoft
Intuisi Tony benar. Valuasi LinkExchange terus meningkat. Termasuk soal dana suntikan senilai $3 juta dari Sequoia Capital. Sampai di suatu pagi, saat ia akan menekan tombol 'snooze' di alarmnya untuk ke-7 kali, ia berhenti sejenak. De javu. Perasaan yang sama, saat ia bekerja di Oracle. Akhirnya, LinkExchange terjual ke Microsoft senilai $265 juta. Tony dan Sanjay sedang makan siang saat Alfred (ya, Alfred si makelar dan penjual pizza ketengan) menelpon, memberi kabar bahwa proses akuisisi selesai.

Reaksi Tony dan Sanjay? Tidak ada. Tidak ada keceriaan. Tidak ada ucapan selamat. Tidak ada kesenangan yang meluap-luap. Keseruan di LinkExchange sudah berakhir sejak lama. Mereka harus kembali bekerja selama 1 tahun di LinkExchange, sebagai bagian dari kontrak Microsoft. Magabut. Makan gaji buta. Bekerja hanya sekadar supaya tidak kena pecat.

Galau
Pertanyaan yang berkelebat di kepala Tony saat itu adalah : Now what? What's next? Dan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya : What is success? What is happiness? What am I working toward? Pada waktu itu mereka belum menemukan jawabannya.

....most of my free time was spent just being introspective and thinking. I didn't need more money, so what was it good for? I wasn't spending the money I already had. So why was I staying at Microsoft, vesting in peace, trying to get more of it?

I made a list of the happiest periods in my life, and I realized that none of them involved money.

Venture Frogs dan Nick Swinmurn
Alfred (ya, si Alfred tukang jual pizza ketengan) dan Tony memutuskan untuk menggunakan dana yang ada untuk membuat investment fund bernama Venture Frogs. Sampai suatu hari, Nick Swinmurn, pemilik shoesite.com menelpon Tony. Tidak tertarik dengan retail sepatu, Tony hampir saja menghapus voice mail Nick. Namun statistik yang dikatakan Nick di akhir percakapannya di telepon membuat Tony gusar.

Footwear was a $40 billion industry in the United States, and 5% of that was already being done by paper mail-order catalogs.

Tony menghitung cepat. Berarti ada $2 juta uang yang beredar hanya dengan katalog. Dan itu semua dilakukan orang *tanpa* mencoba sepatunya terlebih dahulu. Pertemuan Nick dan Tony inilah yang menjadi cikal bakal Zappos.com.

Poker
Di sela waktu luangnya, Tony mulai tertarik dengan poker. Tepatnya, Limit Hold'em Poker. Bukan demi uang, tapi ketertarikannya dengan strategi poker. Poker adalah matematika dan statistik, bukan sekadar keberuntungan, menggertak, atau membaca raut muka. Tony akhirnya menyadari kesamaan strategi di poker dan strategi di dunia bisnis. Keduanya adalah long-term game. Salah satu pelajarannya adalah memilah mana yang masuk the individual outcome dan mana yang the right decision.

Zappos sebenarnya punya prospek bisnis yang bagus. Berita buruknya, Sequoia Capital tak mau mendanai Zappos. Pilihan Tony cuma 2 : membiarkan Zappos bangkrut, atau menggunakan keseluruhan dana di Venture Frogs untuk Zappos. Terilhami poker, Tony mengambil pilihan kedua. It was time for me to change tables.

Perkembangan Zappos
Tony mulai fokus di Zappos, namun keadaan terlihat makin sulit. Puncaknya, Tony menjual tempat tinggalnya sendiri. Dana yang tersisa dia gunakan untuk mendanai Zappos. Di tahun 1999, tidak ada revenue sama sekali. Namun, apa yang terjadi 10 tahun setelahnya sungguh di luar dugaan. Pada tahun 2009, Zappos mengumumkan proses akuisisinya oleh Amazon. Nilainya yang mencapai $1.2 milyar, adalah jumlah yang paling besar yang pernah dilakukan Amazon.

Apa rahasia Zappos selama 10 tahun? Simpel. Company core values.

Bukan sekadar meraih profit maksimal, tapi juga berusaha mengantarkan WOWness ke semua customer. Call Center Zappos adalah yang terbaik. Pernah suatu kali seseorang menelpon tengah malam memesan pizza, dan CS Zappos segera mencari tahu gerai pizza terdekat yang masih buka! Loyalitas pegawai Zappos juga terlihat sejak awal mereka diterima bekerja. Jika merasa tidak sesuai, Zappos menawarkan $2000 bila karyawan baru memutuskan untuk resign saat itu juga.

Zappos selalu merasa pengorbanan kecil untuk short-term lost, tidak terlalu dipedulikan dibanding long-term benefit. Semua pegawai Zappos diperlakukan sedemikian sehingga mereka bakal berkembang baik secara personal maupun secara profesional. Zappos membangun nuansa tim yang positif dan semangat kekeluargaan. Zappos tidak melulu soal uang dan bukan pula soal akuisisi jutaan dollar. Zappos is delivering happiness.

***

Beberapa hikmah :
0. Uang tidaklah sedemikian penting, kalau Anda punya visi yang jauh lebih besar dari itu. Jadilah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar.
1. Belajar bermain poker, dan membuat poker hand evaluator sebenarnya tidaklah nista :D
2. Salah satu quote bagus dalam buku ini : Envision, create, and believe in your own universe.

Sebagai penutup, saya ingin tampilkan video dari Dan Gilbert di Ted (penulis buku Stumbling on Happiness) yang sungguh jempol. Judulnya, why are we happy?



Apa kriteria bahagia buat Anda, Bung?

2 komentar:

  1. buku yang bagus dan menginspirasi. masalahnya hampir tiap orang merasa bahagia kalau punya duit bnyak.. ><

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mereka harus kita sadarkan untuk kembali ke jalan yang benar :D

      Hapus

speak now or forever hold your peace

About Me