KRL

Bismillah

Semalam berangkat dari rumah Abang di Tangerang, tepatnya di Taman Royal, naik Commuter Line dari PT Kereta Api Indonesia. Tujuan adalah kos saya di Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan. Ini adalah pengalaman pertama naik kereta model KRL seperti ini. Jadi agak-agak deg-degan juga (baca: katrok bin ndeso). Dari perumahan Taman Royal, menurut Apple Maps, ada stasiun Tanah Tinggi dan Batu Ceper yang paling dekat. Oke, Tanah Tinggi aja.

Setelah sampai di Tanah Tinggi, saya tanya ke Bapak pedagang es cendol, "Beh, masuk stasiun lewat mana yak?" Dia sedikit kebingungan, "Stasiun sih masih jauh, Den.." Saya lihat peta lagi. "Ini stasiun Tanah Tinggi di mana, Beh?"

"Ooooh.. Itu noh stasiunnya." Si Babeh menunjuk sebuah bangunan yang gelap. "Tapi kan belum aktif, Den. Belum dipake," jelasnya lagi. Saya melongo. Antara Apple yang bikin peta nggak beres, atau memang selangkah maju di depan (tempatnya udah ada duluan di maps daripada di dunia nyata). "Naek angkot aja, Den.. Jauh!" saran si Bapak bersemangat penuh keyakinan.

Setelah salaman, cium tangan, cium pipi kiri pipi kanan, berpelukan 30 detik, menyeka air mata bahagia, dan berterima kasih, saya berlalu sambil dadah-dadah ke Bapak pedagang cendol (lebay dot com). Naik angkot dari Tanah Tinggi ke Batu Ceper makan waktu tak sampai 10 menit. Yang bikin jadi 20 menit, adalah tamabahan 10 menit ngetem.

Di Batu Ceper, saya beli karcis seharga Rp 7500. Menurut peta (kayak Dora aja), saya bisa berhenti di Stasiun Kota, dan rencananya lanjut naik Trans Jakarta jurusan Blok M. Tapi selidik punya selidik, Commuter Line hanya berhenti sampai stasiun Duri, untuk selanjutnya saya harus sambung lagi ke Manggarai, terus sambung lagi ke Stasiun Kota.

Eits, tunggu dulu. Kalau sudah sampai stasiun Manggarai logikanya sudah dekat sekali dengan Karet. Saya cek peta lagi, setelah sebelumnya menghadap ke kamera dan berteriak, "Katakan peta! Katakan peta!"

Dari Duri, saya akan melewati Tanah Abang, Karet, dan.. Dukuh Atas!

Bingo! Dari Dukuh Atas tinggal ngeglundung aja kalo mau ke Setiabudi. Yak, bismillah. Semua rencana sepertinya sudah pas.

Di Batu Ceper saya datang jam 19:38, masih 22 menit lagi sebelum kereta tiba. Kereta sebelumnya jam 19:10. Artinya interval keberangkatannya berkisar 50-60 menit sekali. Lumayan cepat juga. Di Batu Ceper sepi. Hanya ada beberapa Ibu yang membawa anak-anaknya. Semuanya perempuan. Malam itu saya jadi manusia paling ganteng seantero peron. Jam 19:41, atau telat 3 menit, kereta jurusan Duri - Tangerang (arah sebaliknya) tiba.

Keretanya masih baru. Bagus. Ada AC. Bersih. Pintu terbuka hanya selama kurang lebih 12 detik. Untuk selanjutnya kereta akan jalan lagi. Saya mematung.

Wow, keren amat yak! Yah, walau telat-telat dikit, setidaknya masih oke lah. Rasanya pengen nangis juga, soalnya kalau dipikir-pikir lagi agak susah cari hal yang bisa dibanggakan dari negeri ini. Namun firasat saya bilang, kereta akan jadi sarana transportasi masa depan Indonesia, yang affordable, cepat, dan tentu : nyaman.

Kereta tiba jam 20:03, telat 3 menit. Saya masuk dan duduk. Kata orang-orang, naik kereta di hari kerja nerakanya minta ampun. Desak-desakan, kadang bermasalah di listrik, sehingga telat berjam-jam. Dan sejuta alasan lainnya. Dari Jakarta, ada 4 jalur KRL ke luar Jakarta meliputi Tangerang, Parung Panjang (masuk wilayah Jawa Barat), Depok (dan berlanjut ke Bogor), serta Bekasi. Setiap hari, ada 500ribu manusia yang menggunakan layanan ini. Bisa dibayangkan bukan betapa kusutnya manajemen di PT KAI?

Saya sampai di Dukuh (Sudirman) jam 21:16. Berarti 1 jam 13 menit kira-kira, termasuk menunggu di Duri. Gobloknya, karcis kereta sudah saya lempar ke tempat sampah di Batu Ceper. Kebiasaan naek TransJakarta. Namun dengan sedikit social engineering, saya dipersilakan keluar tanpa denda oleh petugas. Oye.

Kapan-kapan kita coba lagi jalur yang lain, dan di hari kerja.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

speak now or forever hold your peace

About Me