Meniru Kesenangan Anak-anak di Masjid

Oleh : Abu Azarine

Bismillah

Persaksikanlah polah anak-anak saat dibawa ke masjid. Riang bermain. Penuh canda. Tanpa beban hidup. Seakan esok, lusa, esoknya lagi, dan esoknya lagi, tak akan ada nestapa dan duka. Lalu coba bandingkan dengan orang dewasanya, ya kita-kita ini...

Anak bahagia menemukan “lapangan” bermain, yang luas, lengang, dan berkarpet pula. Mau dimarahi seperti apapun jua, anak-anak selalu sukses “menguasai” masjid. Masjid, menurut anak-anak, adalah solusi dari keterbatasan ruang. Sedang orang dewasa, melihat masjid hanya sekadar tempat penunai kewajiban yg diburu-burui keinginan pulang ke rumah, atau pekerjaan kantor. Anak berharap bertemu teman sebayanya, untuk berinteraksi, untuk saling kenal, bercengkerama. Orang dewasa melihat sesama jamaah sebagai orang beruban yg sesaat lagi dikafani, yg sama-sama ingin bertobat di penghujung umur, yg tak perlu dikenal dan diajak ngobrol. Padahal, hanya Islam lah agama yg “memaksa” penganutnya, untuk berkumpul minimal 5x sehari, supaya bersinergi mendapat keutamaan 27x lipat lebih baik daripada ibadah sendirian. Bayangkan dari 1 ke 27, itu namanya lompatan kuantum. Jadi kalau mau sukses ya harusnya bareng-bareng.

Anak bersemangat berangkat, kalau perlu sudah dari jam 4 sore mandi, bekal sarung, dan minimal lari-larian dulu di halaman masjid. Coba lihat kita, yg menganggap sholat itu bukan pelepas lelah tapi sekadar beban yang menjadi penyela kesibukan dunia. Wajah anak-anak sumringah sesumringah-sumringahnya, bukan seperti orang dewasa yang lesu kurang tidur karena kebanyakan hutang sana-sini.

Jadi bila kita enggan ke masjid, mungkin kita perlu belajar dari anak-anak tentang cara memaknai masjid. Pandang masjid sebagai pelepas rindu dari makhluk dengan Tuhannya, pertemuan hamba dengan Robb nya, yg empunya hajat dengan sang Maha Pengabul Doa.

Masjid itu dari 24 jam, paling sehari hanya terpakai 5x30 menit alias sekitar 10 persen nya saja. Sisanya yg 90 persen menjadi sumber daya tak bertuan. Jadi amat sangat disayangkan bila kebangkitan ummat ini tak dimulai dari masjid.

Dahulu ibn Maktum, seorang buta, tak ada yg menemani, rute rumah-masjid melewati hutan sepaket dengan binatang buas, tapi Rasul suruh ke masjid juga. Logisnya, kita yg punya jauh lebih banyak kemudahan, tak surut dibujuk rayu syaithon.

Semoga Allah selalu Mudahkan hati kita untuk dekat dengan masjid. Ya nggak mesti jadi marbot juga sih...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

speak now or forever hold your peace

About Me