Bismillah
Fahmi dan saya ikut main bulutangkis di lapangan Djarum, daerah Slipi. Sebetulnya itu lapangan namanya lapangan Diaz, tapi karena deket sama kantor Djarum, makanya orang sering nyebut lapangan Djarum. Djarum => Foundation => beasiswa bulutangkis => deket lapangan bulutangkis => jadinya lapangan punya Djarum (?). Agak gimana sih, tapi ya udah lah ya.
Keseriusan saya main badminton, dimulai kira-kira tahun 2009. Ceritanya karena gebet cewek, dan ayahnya si cewek suka main badminton. Demi membuat impresi yang aduhai, jadilah saya ambil jadwal main yang sama dengan si Bapak. Walau pada akhirnya itu cewek kawin sama orang laen, tapi keseriusan main badminton, seperti futsal, masih saya jalani hingga saat ini.
Badminton agak berbeda dengan futsal. Futsal buat saya terlalu keras, karena berasal dari paduan adu fisik dan body contact. Saya pernah cedera sekali, dan harus berjalan pincang kira-kira 3-4 bulan. Setelah kejadian itu, setiap mulai main saya selalu berdoa semoga tidak terluka, apalagi sampai melukai orang lain. Main santai sahaja.
Boleh jadi saya akan hijrah ke badminton, dari futsal, karena hijrah adalah keniscayaan. Badminton agak sedikit lebih feminim dari futsal, karena nggak ada cewek yang main futsal. Badminton memang butuh modal yang sedikit lebih besar, karena ganti senar raket minimal 1-2 bulan sekali, belum bola bulutangkisnya harus bayar lagi. Tapi resiko punya hobi ya harus keluar duit sih. Futsal untuk sementara saya tinggal sahaja.
Semoga bisa lebih jago main, lebih banyak teman, relasi, dan kesehatan tetap terjaga. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
speak now or forever hold your peace