Takut Tambah Dewasa

Bismillah.

"Takut tambah dewasa. Takut aku kecewa. Takut tak seindah yang kukira" (Brigita Meliala, Takut)

Menjadi dewasa, bagi sebagian orang, ternyata hanya jebakan. Sakit hati. Kelelahan mengejar, atau merasa dikejar-kejar. Rehat seakan cuma ilusi. Ketakutan yang menjelma menjadi lubang yang menganga di dada. Dingin bila tertiup embun.

Jujur itu kadang membuat tatapan kepada anak jadi berbeda. Lebih dalam, seolah ingin bilang. "Nak, jangan ke sini, tetaplah di tempatmu. Menjadi anak-anak. Selamanya..."

Ingin rasanya tinggal di utopia. Negeri di mana tiap bangun pagi, usia tak bertambah. Raga selalu kuat memeluk buah hati, menggendong badannya yang tak bertambah berat. Melawan aturan semesta. Dari senja pantai yang satu ke senja yang lain. Begitu terus. Setiap hari.

Tapi Tuhan tak akan diam. Ia akan Menghadirkan kuasa-Nya. Mengalirkan air dari gunung, ke sungai, lalu berakhir di luasnya laut. Mencipta pohon 'tuk kita berteduh. Sekadar untuk berhenti dan mengingat sifat-Nya. Bahwa ada kekuatan yang akan membimbing gadis kecil ini, tanpa kita. Yang semakin tua, rapuh, dan lalu membusuk dimakan cacing.

Bumi Tuhan Itu Luas

Bismillah.

Dalam Quran 4:97, dikisahkan tentang para malaikat yang bertanya kepada orang-orang yang enggan berhijrah, alias mager.

"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?"

Akan ada tempat-tempat yang mungkin belum kita sambangi. Tempat yang nggak kepikiran ada. Entah karena terlalu dingin, terpencil, atau minim sumber daya. Tempat-tempat ini juga ada penduduknya. Bisa hidup, makan, dan bertahan. Hidup tak mesti harus di kota besar, yang ada mal atau jalan raya dengan segala macam pilihan moda transportasi. Tak harus ada gedung-gedung yang menjulang tinggi, yang kalau sudah jam kerja usai masih saja ada lampu yang menyala karena banyak yang lembur.

Segala kesempitan yang kita bayangkan, akan hilang kalau dunia ini sudah hancur, dan keabadian hanya ada di kehidupan setelah kehidupan. Di surga.

Kemponan Futsal

Bismillah.

Dulu saya sempat punya tim futsal. Namanya Kemponan Futsal Club. Isinya teman-teman yang tinggal di dekat rumah dan memang sudah saling kenal sejak kecil. Saya agak lupa mengapa dinamakan Kemponan. Seingat saya karena dulu kalau sewa lapangan, harus ada namanya, untuk dituliskan di whiteboard besar yang isinya seperti jadwal mata pelajaran anak SMA. Jam segini Jaya FC, jam segitu Pantura Bergoyang FC, dsb. Dan nama "Bowo" amat sangat pasaran dan kurang menjual.

"Jadi mau dikasih nama apa, Bang?" kata si Kakak yang sepertinya memiliki wajah yang mainstream ala admin: ketus dan kurang bersahabat.

"Kemponan aja, Kak!" jawab saya dengan random tetapi mantap. Jawaban yang lalu disambut dengan cekatnya ia menulis dengan spidol merah besar yang tintanya sudah uzur dan rabun tapi tak kunjung diisi ulang. Mirip spidol di SD Inpres mungkin.

Penampakan dari whiteboard yang saya maksud (dok. Kemponan FC)

Itu terjadi sekitar tahun 2009-2011. Kami sempat bertahan selama 2 tahun. Rutin bermain, berlatih, beradu dengan tim dari antah berantah, sampai mengikuti kompetisi (walau langsung kalah di pertandingan pertama). Futsal bagi kami bukan sekadar menang atau kalah, tapi salah satu cara menikmati hidup. Mengecap persahabatan.

Saya juga membuat website di kemponan.com (dan akhirnya harus pindah ke blogspot saja supaya tidak repot: kemponan-futsal.blogspot.com). Di sanalah tersimpan kisah pengobat rindu, ketika nafas masih kuat bak kuda pacu. Ketika langkah kaki secepat pelari. Dan bagian perut belum menggelambir.

Menurut saya sebuah tim futsal yang solid butuh waktu lama untuk tumbuh. Agar memiliki perasaan satu hati, membangun chemistry sehingga permainan akan enak dilihat secara otomatis. Seperti quote dari Dedi Pentol salah satu pemain kami.

"Skill individu di dalam futsal itu tidak penting. Hal itu akan keluar (dengan sendirinya) jika tim sudah unggul skor jauh"

Sebulan Lebih Pemakaian Mac Mini

Bismillah.

Foto diambil dari seller

Sebelum memutuskan untuk membeli Mac mini, Bob dan Markonah sudah berdebat panjang. Selain karena soal budget, menggunakan mesin non-laptop sangat berpengaruh pada "mobilitas", alias "jadi nggak bisa kerja di mana saja". Sebuah kondisi yang, pada akhirnya, saya syukuri.

Niat hati ingin cari Macmini bekas yang memori-nya 16 GB. Tapi, di market amat sangat jarang yang mau melepas dengan harga bagus. Wajar. Barangnya sangat-sangat langka. Sempat deal dengan salah satu seller dari Jakarta Selatan. Mungkin sudah nasib, menjelang saya pergi ke apartemennya di Kalibata, orangnya WA, "Pak mohon maaf ya, ternyata istri ga izinin jual".

Akhirnya harus berjibaku hunting lagi. Alhamdulillah, beli dengan spek 8/512 sepaket dengan Magic Mouse 2 (saya jual laku 700ribu) dan USB Docking Hub (saya jual juga, laku 600ribu). Dengan Apple Care+ yang masih berlaku hingga setahun ke depan, saya rasa ini akan jadi alat perang yang mumpuni.

Secara performa, jauh lebih baik dibandingkan laptop, MBP 2019. Walau harus merelakan pakai single display. Awal-awal leher jadi sakit karena terbiasa nunduk terus kalau pake laptop dan monitor tambahan. Nyaris tanpa suara karena suara kipas tak terdengar sama sekali. Video editing lancar dan rendering cepet. Kata temen, mau ngetest itu pakein maen Dota. Sayangnya, Markonah muntab kalau Bob maen game.

Untuk konektivitas, masih lebih dari cukup walau cuma dikasih colokan 4 (2 USB-A dan 2 Thunderbolt). Tinggal beli USB converter 40ribuan cukup. Itu juga yang menjadi alasan USB Docking hub nya saya jual saja. Belum terlalu butuh.

Karena harus nyolok listrik, jadinya kebiasaan turut berubah. Kalau pas memang tidak benar-benar digunakan, selalu dimatikan. Kalau pas sedang pergi-pergi, juga nggak bisa dibawa-bawa. Ini kayaknya jadi berkah. Jadi lebih bisa istirahat, tanpa kepikiran kerjaan. Ada batas antara jam kerja dan jam untuk tidur. Sebelumnya, laptop hampir selalu menyala 24/7.

Macmini menjadi alternatif paling murah jika ingin ada development di MacOS (misalnya build aplikasi iOS). Kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan, Apple akan memberi warna di dunia industri chip / processor dan siap bersaing dengan produser lain.

Bersosialisasi

Bismillah.

Kami bersyukur anak ternyata cukup bisa punya kepercayaan diri saat bergaul dengan teman sebayanya. Bahkan beberapa kali ikut dalam pertunjukan yang diadakan di sekolah. Tidak seperti orang tuanya yang lebih senang di dalam kamar, karena kalau diajak ngobrol sama orang jadi salah tingkah dan keringat dingin.


"Nak, rasanya gimana, nggak tegang atau deg-degan?" tanya saya saat ia akan naik ke atas panggung.
"Nggak, malah seneng karena nanti dilihat banyak orang!"

Oke. Agak beda emang.

Kami berharap dengan kompetensi interpersonal anak yang semakin bagus, dia bisa "berhasil" di dalam menjalani kehidupan ini. Bukan berarti yang introvert akut akan sulit berhasil. Masalah utamanya, dunia ini bergerak tidak seperti yang diinginkan sebagian kecil orang.

Albert Einstein dan Mozart, dipercaya memiliki kelainan fungsi pada spektrum autisme, yang disebut dengan asperger syndrome. Orang-orang semacam ini salah satu cirinya adalah senang menyendiri dan sulit bergaul. Mungkin, pada masanya, orang-orang tersebut dicap sebagai orang yang sulit meraih kesuksesan (dengan parameter sukses kebanyakan: bisa ambil KPR dan punya mobil Avanza). Tapi, lihatlah pujian dunia pada mereka berpuluh tahun setelahnya?

Kami berharap anak menikmati proses belajar, bukan hanya sekadar mendapat apresiasi dalam bentuk angka dalam selembar kertas.

Be Nice, July

Bismillah.

Sebetulnya tidak ada hasrat untuk menulis, tapi blog ini tak boleh sepi. Karena begitu banyak, kalau kita mau sedikit menoleh ke belakang, hal yang kita bisa syukuri.

Anak sebentar lagi masuk SD. Sudah 6 tahun. Markonah masih menyimpan tumpukan video dan foto-foto. Sebagian besarnya adalah momen bahagia. Merangkak, berdiri, memulai langkah kecil. Kata-kata pertama, yang belum bisa kami mengerti apa artinya. Kelucuan. Lugu. Polos. Wajah tanpa dosa.

Tapi, ada juga kisah sendu. Saat anak sakit di awal kehidupannya. Saat kami harus berpisah, karena saya bekerja jauh dari rumah. Dan beberapa duka lain yang sempat terekam kamera. Semuanya memberi warna. Membantu kita membesar, kuat, semakin tahan ditempa. Menyadari makna "La Haula Wala Quwwata Illa Billah". Hidup dalam aliran kepasrahan, seperti kisah Ibrahim a.s.

Suatu saat nanti, apa yang kita semai sekarang, berbuah. Memberi manfaat. Melahirkan bibit baru, untuk kembali disemai. Di saat itu tiba, mungkin kita sudah tidak ada di dunia ini lagi. Bukankah banyak pohon yg kita nikmati sekarang, ditanam oleh orang-orang yang sudah meninggalkan kita?

Dunia ini cuma sebentar. Jangan ngoyo ngejar lambo.

Workspace Juni 2023

Bismillah.

Setup dengan kondisi tanpa laptop (sedang diservis). Kabel untuk sementara dibiarkan berantakan.


Spesifikasi

  • Mac Mini M1 2020 8/512 (second)
  • Monitor LG 24QP500
  • Keyboard Logitech K380 (second)
  • Mouse Logitech M590
  • USB Microphone DA Stream 002
  • Headset Corsair HS60 (second)
  • Kursi Torkel dari IKEA, hanya diganti roda. Sandarannya pas.
  • Meja buat sendiri dari bahan MDF, ukuran 100x60
  • Kaki meja juga DIY, dari pipa PVC 1/2"
  • Deskmat dari keykraft.shop (bisa custom design)
  • Wacom CTL-472 (second)
  • Webcam Xiaovv (second)
Sebetulnya ada USB Docking merek Zumitek tapi sepertinya mau saya jual saja. Untuk sementara jumlah colokan sudah cukup.

About Me