Raam Dev, lahir dan besar di Boston (namanya mirip Indian tapi bukan orang India), tidak pernah punya pendidikan formal hingga saat ini, developer untuk WordPress theme minimalist "Independent Publisher", dan menulis 25 Things. Darinya saya punya inisiatif untuk menulis hal serupa. Raam bahkan membawa gaya hidup minimalis beberapa tingkat lebih tinggi dibanding Leo Babauta, yang anaknya (setidaknya hingga tulisan ini dibuat) ada 6. Leo memiliki 50 Things. Dua kali lipat lebih banyak.
Mengapa muncul ide tentang hidup minimalis? Karena kehidupan di bumi ini timpang, tidak seimbang. Di satu sisi dunia orang bisa buang-buang makanan dan air, dan sisi dunia yang lain orang mati karena kelaparan. Kita hidup di dunia yang berkelimpahan dengan kepemilikan. Kita hidup dengan terlalu banyak barang, yang mirisnya sebagian besar tidak kita butuhkan. Dengan gaya hidup minimalis, kita bisa menjawab pertanyaan : what is the most important things in your life?
Tak adakah rasa bersalah ketika mengambil barang tertentu di rak supermarket, memindahkannya ke dalam keranjang belanja, membayarnya di kasir dan membawanya pulang ke rumah kita yang sudah sempit sedari awal?
Apakah kita tidak bisa hidup tanpa mesin pembuat kopi, yang hanya kita pakai sekali sebulan? Apakah kita benar-benar butuh mobil? Motor? Dua buah pula? Apakah kita butuh selusin pasang sepatu? Bisakah kita hidup tanpa televisi? Tidak adakah dari sekian banyak kartu dalam dompet kita yang bisa kita buang saja ke tempat sampah?
Akankah kita terus menumpuk diri dengan posesivitas?
Nah, 25 Things Challenge adalah tantangan untuk benar-benar memilih barang terpenting dalam hidup. Jumlahnya harus 25 atau di bawah itu, dan harus cukup dalam sebuah tas ransel 30 liter, pertanda kita siap hijrah kapan saja.
Aturannya :
0. Apapun yang dibawa ke dalam ransel, harus dihitung. Itu termasuk ranselnya.
1. Apapun yang bisa muat dalam tangkupan tangan, bisa dihitung sebagai satu. Misal, 4 buah kunci.
2. Apapun yang terkait satu sama lain, bisa dihitung sebagai satu. Contoh, handphone dan kabel chargernya.
Ayo mulai.
- Ransel Eiger Lavos 14".
- MacBook Pro 13"
- iPhone 4S
- Travel documents (paspor, ID, SIM)
- Credit cards, debit cards, cash.
- Powerbank
- Topi
- Jaket
- Notebook + pen.
- Adidas Nitrocharge 3.0 (shoes)
- Hygiene kit (sikat gigi, sabun, pasta gigi, deodorant, razor+blade)
- Sarung
- Underwears
- Belt
- Jeans
- Jeans
- Dri-fit t-shirts
- Dri-fit t-shirts
- Dri-fit shorts
- Botol minum
- Socks 2x
- Sandal
- Handuk
- 8" Chef Knife
Tentu daftar di atas bisa berubah-ubah. Misal kalau di negara dengan iklim yang ekstrim (salju) maka daftarnya bisa jadi akan bertambah panjang. Waktu saya bertanya dengan salah seorang teman, dia bahkan harus menyertakan "token BCA" sebagai barang yang harus dibawa. Dari sekian banyak macam barang itu, mungkin ada 2 atau lebih barang yang bisa dikombinasikan semisal modem dan kamera digital diganti dengan smartphone mutakhir. Atau dua buah jeans bisa diganti dengan 1 buah trousers mahal yang odor resistant, demikian pula dengan socks/jacket/underwear/etc. Maksudnya biar nggak banyak bawa baju dan mesti nyuci.
Kalau kata Ryan dalam Up In The Air, komponen paling berat memang relationships.
ah, suka tulisan ini! d*m*!
BalasHapusSusah bro!!
BalasHapusSusah susah susah... ketika komposisi isi tas sudah berubah dari laptop, HD external, DSLR menjadi diapers, tissue basah, baju ganti dan celemek makan. Ajibbb juga ya rasanya, ketika tas saya sudah tidak lagi berisi barang-barang kebutuhan pribadi saya lagi.
Kalau kata Ryan dalam Up In The Air, komponen paling berat memang relationships.
Hapus