Salaman

Bismillah

Sebelumnya mohon maaf, bila dalam tulisan ini, banyak kesalahan atau tutur kata yang kurang mengena di hati. Harap dimaklumi karena kesempitan ilmu ane dan proses hijrah keluarga kami yang masih pelan-pelan.

Istilah "mahrom" digunakan untuk wanita/pria yang haram dinikahi. Untuk laki-laki, mahromnya adalah ibu, anak, saudara, keponakan (dst ke bawah), dan bibi. Plus, mahrom karena pernikahan ada mertua, menantu, anak tiri, dan ibu tiri. Jadi, istilah non-mahrom adalah orang yang boleh dinikahi. Istilah "muhrim" yang kita sering dengar, memiliki makna yang berbeda dengan "mahrom". "Muhrim" berarti orang yang sedang berihram. Hati-hati tertukar ya.

Memang sulit untuk tetap istiqomah agar tidak bersentuhan ketika bersalaman dengan non-mahrom. Yang sulit bukannya menghindar untuk bersentuhan, tapi bagaimana agar lawan salamannya nggak tersinggung atau tersakiti hatinya. Perlu dicermati, bukannya tidak mau bersalaman, tapi tidak mau bersentuhan. Seperti kata Bang Man bilang,
Serba susah, Wo. Nggak disalamin nanti jadi fitnah. Disalamin jadi dosa.
Bukan hanya sekadar di lingkungan kuliah, kerja, atau tetangga, tapi juga di lingkungan keluarga. Terutama orang tua, masih agak sulit menerima bahwa bersentuhan dengan non-mahrom itu tidak diperkenankan. Contoh non-mahrom adalah dengan kakak ipar, atau orang tuanya ipar, atau dengan sepupu. Walau masih terhitung keluarga.

Cerita jadi semakin kompleks ketika resepsi kimpoi kemarin, ane dan bini diharuskan bersalaman dengan ratusan orang. Sebetulnya masalah akan selesai bila pada saat resepsi, tamu kondangan sudah dipisahkan sedari awal. Yang laki bareng mempelai laki, yang ciwai bareng mempelai perempuan. Masalahnya keluarga kurang menerima karena cara tersebut dinilai belum umum di masyarakat. Mas Fuad bilang,
Sebisa mungkin di momen nikahmu dibuat "adem" apalagi untuk orang tua sendiri. Akan diingat terus kalau ada konflik.
Mas T juga pesan,
Tetap perbaiki akhlak dengan orang tua dan sabar ya Mas. Semoga Allah Mudahkan.
Jadilah, demi memuliakan orang tua, dan menjaga adab antara anak dan keluarga besar, kami sepakat agar tamu kondangan tetap disatukan namun tetap tiada sentuhan saat bersalaman. Kalau ane pake isyarat tangan saling tertangkup di depan dada dan pasang senyum pasta gigi paling sumringah. Kalau bini pake sarung tangan, ditambah pegang flower bouquets atawa kembang-kembang (maksudnya agar kalau salaman yang kepegang bunganya, bukan tangannya, gitu).

Walau ikhtiar sudah dimaksimalkan sedemikian, masih ada tamu kondangan non-mahrom yang tersentuh. Ane kena 5 orang, kalau bini ke 14 orang. Udah kayak skor futsal aje. Hehehe.

Selain pada saat resepsi per-kimpoi-an, ada banyak momen di kehidupan nyata yang bikin repot untuk tidak sentuhan antar non-mahrom. Semisal, naik ojek, boncengan motor, naik angkot/bis/KRL, kasih uang kembalian di kasir, ambil tiket parkir, atau potong rambut di salon. Belum lagi bila ada acara arisan keluarga. Jadilah trik-trik basi seperti,

"Maaf, sudah ambil wudhu"
"Maaf nih, tangan lagi kotor"
"*lagi pegang barang*"
...dll

Semoga pada akhirnya kita semua bisa istiqomah menegakkan syariat ini, makin mendekatkan diri kita pada-Nya. Aamiin. Sentuhan atau tidak bersentuhan, there is no in between.

Daftar istilah
Ane = saya
Istiqomah = konsisten
Kimpoi = nikah
Ciwai = cewek / perempuan
Bini = istri
Ikhtiar = usaha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

speak now or forever hold your peace

About Me