Bismillah
Agak kurang percaya dengan keyakinan bahwa bakat bisnis itu menurun dari orang tua. Kalau kita lihat ada pasangan anak-bapak yang menjadi pengusaha besar, bukan berarti "jago dagang" itu diturunkan secara genetis. Ialah lingkungan bisnis yang membentuk sifat anak menjadi "jago dagang". Anak melihat orang tuanya bekerja keras, anak belajar menjaga toko, anak berlatih komunikasi, teknik negosiasi, dan sejuta jurus bisnis dari orang tuanya.
Begitu pula, anak yang tumbuh dari keluarga bermental non-bisnis (pegawai negeri, misalnya), akan cenderung turut tumbuh menjadi anak yang memiliki mental serupa : main aman, konservatif, tidak kreatif, ikut aturan bin pro status quo. Akibatnya, ketika dewasa anak tidak siap untuk berjualan karena dalam diri mereka sejak belia tidak terakar karakter-karakter pebisnis : dinamis, pantang menyerah, persisten, bersemangat, tertantang, dan sebagainya.
Ketika dahulu orang Tionghoa dijamin tak akan pernah bisa menjadi pegawai pemerintah, justru ini adalah berkah tersembunyi, blessing in disguise, sengsara membawa nikmat. Dari keadaan itu mereka bangkit menjadi pedagang ulung, merintis usaha dari ketiadaan. Masa berlalu, waktu berganti, rezim berubah. Kini pribumi gigit jari, menjadi budak di negeri sendiri, sekadar menonton aset ribuan trilyun yang hilang dipunyai Koh Liu Xingsheng, Ho Jianying, dan Tianlun Le.
Bagaimana cara kita meneladani Rasulullah yang menjadi super tajir karena berbisnis sejak usia 12 tahun? Kemanakah 'Utsman bin 'Affan versi Indonesia? Perhatikanlah Abdurrahman bin 'Auf hijrah tanpa harta tanpa istri, hendak diberi oleh Saad bin Rabi' tak diterima, berjalan menuju pasar, memulai usahanya dengan menjadi makelar cangkul, dan di akhir hayatnya duitnya tak habis disedekahkan. Berapa ratus kali kita mendengar kisah tersebut, namun tak kunjung memetik hikmah?
Kita ini mengaku Islam, tapi tak jua seratus persen belajar dari para perintis agama ini. Sebetulnya kita ini Islam yang bagaimana? Islam hore-hore asoy?
Walau kita tak jadi pengusaha kondang dan besar, atau justru terpuruk dalam kegagalan, setidaknya, paling minimal, kita bisa memutus mata rantai kehidupan kepegawaian, berupaya agar anak bermental bisnis sejak kecil. Belum terlambat untuk memulai.
Nice post. Tfs.
BalasHapusTerima kasih kembali..
Hapus