Perangkap Kesejahteraan

Bismillah.

Mengapa sulit sekali keluar dari lingkaran kemiskinan? Ann Helen Bay menjelaskan tentang istilah "welfare trap" atau perangkap kesejahteraan dalam sebuah ilustrasi video dari TED. Negara Konoha ini punya tagline gemah ripah loh jinawi. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Lumbung padi Asia. Tak terhitung macam-macam spanduk bertebaran untuk memotivasi jiwa yang kosong dan depresi. Tapi kok tetep banyak yang miskin?

Benefit yang didapat oleh si miskin misalnya subsidi listrik, boleh pakai gas kemasan 3 kg, antri pertalite dapat harga ceban, makan siang gratis (kabarnya ini di beberapa sekolah sifatnya opsional, boleh untuk tidak ambil kalau merasa kaya atau alergi dengan makanan murahan), atau model bansos yang beraneka rupa. Tapi, sebetulnya ini dapat berakibat buruk jika tidak disikapi dengan benar. Contoh, ketika Ayah sebagai kepala keluarga sudah berhasil mendapatkan pekerjaan yang penghasilannya setara UMP/UMR, maka predikat "miskin" sudah tidak lagi bisa disandang. Dan akibatnya, satu per satu benefit pun harus dicabut. Inilah yang membuat keluarga pra sejahtera (wuih enak banget didengernya daripada "melarat") enggan naik kelas. Kenaikan pendapatan yang tak seberapa membuat penurunan drastis "income" dalam bentuk bantuan pada rakyat jelata itu.

Apakah memang benar bahwa fakir miskin dan anak terlantar akan dipelihara negara? Dalam artian "dipelihara", akan terus menerus dipertahankan untuk tetap miskin? Karena orang miskin ini adalah bahan bakar utama dalam acara lima tahunan. Komoditas. Sumber suara. Coba kalau kita ini jadi lebih pintar sedikit saja, tidak mengalokasikan sumber pendapatan ke pengeluaran tak perlu macam rokok hasil sogokan dan joget-joget artis di lapangan kantor kecamatan, dan lebih memprioritaskan pendidikan dan gizi anak, tentu agak sulit disogok dengan amplop isi beberapa lembar uang merah.

Pekerjaan rumah kita ternyata masih panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

speak now or forever hold your peace

About Me