Sex, Lies, and Cigarettes

Bismillah



Sex, Lies, and Cigarettes adalah sebuah seri televisi dari Vanguard pada jaringan televisi Current TV, sebuah jaringan televisi yang didukung penuh oleh Al Gore (salah satu tokoh yang saya kagumi. Lain kali saya akan tulis tentang An Inconvenient Truth, film dokumenter dari Al Gore yang wajib Anda tonton). Produk Current TV memang berita yang membuka wawasan dan pikiran, merangkul penonton yang well-educated, bukan seperti stasiun TV sebelah yang mengisahkan putri tertukar yang ceritanya tidak rampung-rampung, naga/elang raksasa, atau penanaman anggapan bahwa seorang ustad selalu berpakaian putih-putih, pegang tasbih, jago berantem melawan hantu, dan layaknya Superman: bisa terbang.

Sex, Lies, and Cigarettes yang dibawakan oleh koresponden Christof Putzel pada episode kedua dari sesi kelima Vanguard ini mengisahkan tentang penetrasi perusahaan-perusahaan rokok dunia seperti lapaknya Philip Morris (sejak 2003 berubah nama menjadi Altria Group) di negara-negara dunia ketiga, termasuk Endonesa. Sebuah cerita miris nan menyayat hati, di sebuah negara yang penduduknya gampang sekali dibodohi.

Awal SLC, ditampilkan seorang Aldi Rizal, bayi berusia 2 tahun asal Endonesa yang masuk majalah TIMES (wow!), karena merokok 2 bungkus per hari (wew..). Putzel pun berkunjung ke sebuah desa kecil di Sumatera Selatan, rumah keluarga Aldi tinggal. Ironis, di tempat asal mula video Aldi sedang merokok itu diunggah, tidak ada akses internet sama sekali. Di sepanjang jalan dari bandara hingga tempat tujuan, hampir semua iklan (billboard, papan penunjuk toko, dsb) adalah iklan rokok. Tidak adanya regulasi yang ketat soal rokok membuat anak di bawah umur (bahkan seorang anak usia 7 tahun) dengan begitu mudahnya mendapat rokok.

Keluarga Aldi (termasuk kedua orang tuanya) akhirnya dibawa ke Jakarta untuk rehabilitasi. Setelah kurang lebih sebulan, Aldi akhirnya dapat kembali layaknya balita Endonesa lainnya.

Penelusuran Putzel tidak hanya sampai di situ. Ia menyamar sebagai konsultan merek dan menyusup hingga ke Konferensi Tembakau Dunia (World Tobacco Conference) tahun 2010 di Indonesia. Fakta menarik didapat Putzel dari orang-orang berdasi yang hidupnya bergantung dari rokok. Ada juga sales yang berhenti merokok, dan dalam nuraninya tidak menyarankan orang untuk merokok, "tapi kalau pengen merokok, ya belilah rokok kami," lanjutnya. Kampret. Hahaha.

Untuk lebih jelasnya, silakan tonton saja videonya di YouTube. Investasi 42 menit Anda tidak akan sia-sia.

*******

Kesan rokok yang membuat penghisapnya macho, jantan, berwibawa, gaul, dan apalah sebutan lainnya, juga pernah membuat saya mencoba. Saya masih ingat, saya ditawari teman di dalam angkot, saat pulang dari tempat les (tempatnya lumayan jauh dari rumah). Karena penasaran, saya teruskan hisap 1 batang hingga habis. Setelah selesai, saya merasa biasa-biasa saja, tidak makin macho, keren, dsb. Benar-benar biasa saja. Saya merasa ditipu oleh teman-teman saya. Maka, saya memutuskan berhenti, sejak pertama kali saya mencoba.

Lama setelah itu, saya baru tahu bahwa arti "impotensi" dalam larangan pemerintah di bungkus-bungkus rokok adalah "titit nggak bisa ngaceng". Coba dari awal sudah ditulis begini..

Larangan pemerentah
Merokok bikin titit elu pada kagak bisa ngaceng (itu artinya elu kagak bisa ngewe, goblok!), kanker, jantungan, susah bunting, ato ngebrojolin bayi cacat

..mungkin saya dari awal udah nggak berani coba-coba rokok.

*******

Perusahaan Sempurna sekarang brand-nya dipegang Philip Morris, adalah salah satu cara ngegedein lapak rokok dia, karena di Amerika sana sudah ada undang-undang yang menetapkan kalau nikotin itu adiktif. Cukainya juga tinggi sekali. Oleh karena itu, sudah jarang sekali terlihat orang Amerika merokok, karena harga rokok per pack menjadi sangat mahal, sekitar $12. Philip Morris nggak pendek akal, dia cari tempat jualan laen, ya di Endonesa ini.

Sebenarnya sudah banyak aktivis anti tembakau di Endonesa. Di Jakarta juga sebenarnya sudah ada Perda larangan merokok di tempat-tempat umum, termasuk kantor. Di pabrik tempat saya bekerja, cuma saya sendirian yang nggak ngerokok. Buruh lain kepal-kepul, di dalam ruangan ber-AC pula. Waktu selesai main futsal, teman-teman saya ada yang langsung merokok. Entahlah. Rasanya sulit sekali meyakinkan orang untuk tidak merokok, apalagi buat yang sudah lama dikibulin perusahaan rokok.

Mengapa pemerentah Endonesa nggak bikin regulasi ketat soal rokok?

Pendapatan dari cukai rokok tahun 2011 mencapai Rp 65 trilyun, atau 95% dari penerimaan cukai. Bayangkan, "upeti" dari perusahaan rokok bisa sedemikian besarnya. Tidak heran, RUU tentang zat adiktif pada tembakau tiba-tiba menghilang semalam sebelum ditanda-tangani oleh Presiden Endonesa. Apa ya ndak lucu tuh namanya?

Lapak rokok berdalih, ada jutaan orang yang bergantung dari industri rokok, termasuk petani tembakau. Menurut saya tidak juga. Kalau kita lihat gambar besarnya, ada lebih banyak kerugian yang ditimbulkan dari rokok. Misalnya, orang asuransi jiwa atau kesehatan sekarang udah nggak mau terima klaim dari orang yang punya kebiasaan merokok. Sekali kena kanker paru-paru, atau sakit jantung, biayanya besar sekali. Artinya, dari segi kesehatan, anggaran pemerentah yang harus dikeluarkan untuk ngobatin sakit karena rokok jauh lebih besar dari keuntungan cukai rokok.

Itung-itungan dagang saya, sesederhana itu. Kalau pemerentah Endonesa masih mau digoblokin diyakinkan oleh pemilik lapak rokok yang gede-gede, ya saya sih sudah siap-siap pindah kewarganegaraan dari tahun kapan. Hahahaha. Oia, saya pernah berkunjung ke rumah salah seorang teman di Temanggung. Kebetulan Ayahnya adalah petani tembakau (selain bertani jagung, dsb). Rumahnya, SUBHANALLAH, ALLAHUAKBAR, luar biasa besar dan megah. Mungkin bener apa anekdot orang Endonesa, kalau mau jadi petani, jadilah petani tembakau.

*******

Sebagai penutup, saya kutipkan salah satu puisi favorit saya, dari Taufiq Ismail


Tuhan Sembilan Senti

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.


Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.


Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.


Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah…ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.


Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok.


Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.


Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.


Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok.


Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok.


Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stop-an bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS.


Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena.


Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok.


Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemisngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok.


Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok.


Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.


Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.


Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.


Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya.


Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?


Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.


Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?


Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.


Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan.


Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk.


Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas.


Lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba.


Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya.


Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini.


Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

8 komentar:

  1. Saya sedang brusaha berenti ngerokok. Selain karena akan punya bayi, duit rokok kalo di beliin susu ato yang lain, lumayan juga...

    BalasHapus
    Balasan
    1. @ Burhan Afif
      Wow, I really appreciate your decision Sir. Yup, hampir tidak ada manfaat ekonomis dari merokok. :)

      Hapus
  2. Saya ngga habis pikir dengan perokok itu. Masyarakat menengah ke bawah merokok dan mengorbankan kebutuhan-kebutuhan lain. Masyarakat menengah ke atas, kurang cerdas dan berpendidikan apa mereka, tapi tetap merokok.

    BalasHapus
    Balasan
    1. @ Galih Satria
      Kalo udah kecanduan udah susah masbro :D

      Hapus
  3. Percumaaa.. Orang Indonesia udah pada bego dikadalin cukong" rokok. Coba lihat misal daftar orang terkaya di Indonesia, jualannya rokok juga. Modal daun doang bisa jadi duit milyaran. sapa yg gak pengeenn??

    BalasHapus
    Balasan
    1. @ Anonymous
      Hm, ini datanya untuk tahun 2011 menurut Forbes.

      1. Michael Hartono : Djarum (rokok)
      2. Susilo Wonowidjojo : Gudang Garam (rokok)
      3. Eka Tjipta Widjaja : Sinar Mas Group (kertas/pulp)
      4. Low Tung Kwok : Alfamart (retail)
      5. Anthoni Salim : Indofood (instant noodles)
      6. Sukanto Tanoto : Raja Garuda Mas (pulp)

      Emang bener Bso, jualan daun tembakau doang bisa kaya. Apa sih yang nggak mungkin di Endonesa? :))

      Hapus
  4. "Ngelus dada" dengan fenomena ini, rokok dianggap menyelamatkan bangsa indonesia dengan devisa yang tinggi ><

    BalasHapus
    Balasan
    1. @ af1a
      *ikutan ngelus dada juga*
      *dadanya Jupe*
      *digampar*

      Hapus

speak now or forever hold your peace

About Me