Sabtu itu, surya masih separuh tidur, subuh pun masih berkabut. Adi, teman sekaligus tetangga saya, sudah kirim pesan singkat. "Bangun, bangun," katanya. Kami mau memancing. Tidak ada rencana matang, tidak pula ada persiapan berarti. Sekadar berawal dari obrolan singkat selepas sholat Jumat, sehari sebelumnya. Itu saja.
Mancing bareng Adi |
Kami bergegas ke pasar Parit Keramat, membeli bakwan sebagai umpan. Kata Adi, itu umpan yang pas untuk memikat ikan Baronang. Kami duduk santai di Seteher (sebutan untuk pelabuhan kapal motor di tepian sungai), di atas kapal motor milik polisi yang sedang ditambatkan. Setelah sekitar 2 jam kami memancing, tak ada satu pun ikan yang menyangkut di kail. Padahal riwayat Adi di dunia permancingan Indonesia sudah tak diragukan lagi. Tanpa cela. Namun saya yakin kami tak pulang dengan tangan hampa.
Karena memancing tak melulu soal mendapat ikan.
Keberhasilan memancing tak bisa hanya diukur dari pengalaman, lengkap/tidak alat pancing, mutu umpan, apalagi sampai harus merapal amalan-amalan tertentu. Karena saya pernah nonton tim Mancing Mania yang sehari penuh tak juga dapat ikan. Kenikmatan memancing sesungguhnya didapat dari menghayati setiap detik masa penantian. Memancing adalah latihan sabar dan pasrah sepenuhnya pada nasib. Ada degup-degup cemas saat tali pancing masih mengendur. Ada perasaan tak biasa saat menunggu kail ditarik. Dan terbersit suka cita dan syukur bila ada ikan yang bisa dibawa ke rumah.
Saat memancing, fokus kita lebih sering bukan pada pancing. Kadang pikiran kita lebih serius mengagumi pemandangan alam. Lebih jauh, pikiran kita mencoba menerawang rencana-rencana Tuhan. Soal hutang yang tak akan terbayar walau hingga 100 tahun lagi. Soal berlapis-lapis rindu yang hanya satu arah. Soal cinta tak berbalas. Soal masa depan. Sejenak kemudian, pikiran kita membayangkan keseharian pencari udang yang sedang melintas naik sampan, atau keseharian masyarakat pesisir sungai, yang tak bernafsu mendapat tangkapan sebanyak-banyaknya. Kehidupan yang jauh jauh jauh lebih sederhana.
Dan tiba-tiba, kita jadi punya pandangan baru tentang dunia.
Kita jadi mahfum, bahwa tak seharusnya kita tergesa-gesa. Santai, dan nikmati saja masa-masa penantian. Kita sudah melakukan yang terbaik yang kita bisa. Siapkan umpan, lalu lempar kail ke titik yang kita yakini banyak ikannya. Cukup. Sisanya perlu kita percayakan pada suratan takdir. Kita tiba-tiba sadar, hidup ini seperti sedang memancing saja.
Oya, bakwan yang tersisa kami makan sahaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
speak now or forever hold your peace