Sekitar 2 bulan sejak bekerja di pabrik yang baru, saya baru tahu ternyata ada jalan tikus yang bila saya lalui, dapat mengurangi waktu tempuh sekitar 12% dari waktu tempuh biasa (bahasanya sok statistik, padahal ngawur kasih angka). Sebagian jalan tikus tersebut berbentuk lorong dengan kanan dan kiri hanya dinding rumah penduduk yang tinggi, plus coretan di sana-sini khas Jakarta. Panjangnya saya taksir hanya sekitar 10 meter sahaja.
Lorong (tampak pagi) |
Lorong (saat malam hari) |
Menurut Wikipedia, rata-rata pedestrian berjalan secepat 4.75 km/jam. Artinya, untuk menempuh jarak yang hanya 10 meter itu, saya menghabiskan waktu 10 meter dibagi 4750/3600 m/s = 7.58s alias tak sampai 8 detik. Tapi entah mengapa, setiap kali melewati lorong yang tak seberapa panjangnya itu, saya punya perasaan yang lain. Delapan detik yang menakjubkan, sukar dikisahkan dengan aksara.
Perasaan yang amat dalam, seperti dibuat lupa dunia, lebih banyak berpikir, dan merenungi hidup lebih jauh, mencoba memaknai hakekat alam. Setelah sampai di ujung lorong yang lain, saya menjadi pribadi yang berbeza. Boleh jadi quote-nya Lemmot1me ada betulnya soal "tembok ratapan"...
Tembok ratapan adalah istilah untuk jalan kecil yang kulewati ketika berangkat ke kantor. Disebut begitu karena menurut mas Nungki, jalan sempit dan panjang itu paling pas untuk dilewati sambil meratapi nasib hidup di dJakarta.
Tembok ratapan. Mirip sama ritualnya orang yahudi Mas, mereka menyesali nasib di tembok ratapan, masih di area nya Masjidil Aqsa.
BalasHapusHahahaha.. Iya, mungkin maksudnya lemmot1me seperti itu juga :D
Hapus