Biaya Nikah - Bagian 1

Bismillah.

Sebagai calon pemutus mata rantai, generasi kita ini tuntutannya memang berat. Apaan tuh maksudnya?

Misal, di keluarga belum ada yang jadi pengusaha, kita jadi pemutus mata rantainya. Memutuskan pemikiran bahwa hidup haruslah dengan cara bekerja dengan orang lain. Alih-alih mencari lapangan kerja, mindset harus berubah menjadi pemberi lapangan kerja.

Misal lagi, sejauh ini orang berpikir bahwa pendidikan haruslah dari sekolah formal, hal itu harus kita "putus" juga. Karena dunia ini cepat sekali berubah. Banyak ketidaksesuaian antara apa yang diajarkan di institusi pendidikan (di Indonesia) dengan apa yang dibutuhkan industri.

Hal-hal seperti itulah. Begitu kira-kira maksud dari "pemutus mata rantai". Minimal definisi versi ane sendiri.

Salah satu mata rantai yang harus diputus adalah pemikiran bahwa resepsi pernikahan itu lebih penting dan esensial dari pernikahannya.

Maksudnya gimana tuh?

Mungkin inilah sulitnya bikin penjelasan lewat tulisan. Antara otak dan jemari, masih lebih kenceng otak. Jadi maksud otak sulit sampai kalau lewat ketikan. Apalagi kalau ngetik pake 11 jari alias dua jari telunjuk saja.

Maksudnya begini.

Bukan berarti resepsi pernikahan itu tidak penting. Tapi (lagi-lagi menurut ane) resepsi jangan sampai mengorbankan dua hal: kesakralan akad nikah dan proses kemandirian finansial sebuah keluarga (kecil) yang isinya masih dua orang (suami dan istri).

Kesakralan akad nikah misalnya terkait mahar atau mas kawin. Mahar itu kan, penghargaan kepada calon mempelai wanita. Lucu juga kalau resepsi di gedong tapi mahar seadanya. Ngasih makan dan hiburan ke orang (yang mayoritasnya tidak kita kenal) lebih penting daripada pemberian ke istri (yang bakal hidup bareng kita sampai tua)?

Untuk proses kemandirian finansial keluarga kecil, juga tak kalah penting. Keluarga baru, butuh tempat tinggal. Butuh modal untuk usaha. Butuh satu set peralatan masak. Dan akumulasi kebutuhan di awal kehidupan indehoy ini jangan dikira kecil.

Oke. Mengapa proses resepsi di negara plus enam dua masih terkesan jor-joran? Bahkan di beberapa kasus, sampai harus meminjam ratusan juta ke bank dan dicicil sampai berbulan-bulan berikutnya.

Mungkin terkait stigma sosial.

Takut dikata-katain kalau cuma pake organ tunggal. Malu kalau katering seadanya. Takut jadi bahan omongan tetangga. Dan rasa malu yang seperti ini malu yang bikin kita nggak bisa berkembang jadi negara maju. Cara kita berpikir harus berubah. Nikah itu gak mahal. Yang mahal gengsi elu-elu pada.

Ingat, orang jadi miskin itu kebanyakan karena akumulasi keputusan finansial yang keliru. Kita bahas di tulisan berikutnya (itupun kalau nggak males nulis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

speak now or forever hold your peace

About Me