Pengalaman Covid

Bismillah.

13 Juni

Menghadiri kondangan di tetangga dan memang banyak yang tidak pakai masker. Ya iyalah kan sayang make up mahal-mahal dimaskerin. Di situ pas makan juga kan kita lepas masker. Sepertinya di sini kenanya. Sepertinya ya..

14 Juni

Test antigen di pabrik karena banyak yang mulai kena. Hasilnya masih negatif. Mulai Selasa sepabrik di-WFH-kan karena yang reaktif ada 15 orang.

15 Juni

Mulai merasakan demam tinggi. Perasaan sudah tidak enak. Masih berpikir, "Apa karena sugesti kemarin ditest antigen? Secara rekan kerja ada beberapa yang reaktif juga". Demam berlanjut terus hingga Jumat. Masih belum berani keluar rumah.

19 Juni

Sabtu pagi memberanikan diri ke dokter umum. Demam hilang, tapi perut sakit. Diagnosanya = maag karena asam lambung tinggi. Diberi obat antibiotik.

21 Juni

Keadaan alhamdulillah jauh membaik. Perut sudah tak sakit. Masih penasaran dan coba test antigen di klinik dekat rumah malam harinya. "Mas Prabowo, hasilnya positif ya, Mas?" Innalillaahi wainnailaihi rooji'uun. Langsung pulang ke rumah dan mengabari istri, saudara, mandor pabrik, termasuk Pak RT dan Satgas Covid Kec Tangerang. Start isolasi mandiri.

Di sinilah ane merasakan bahwa stigma sosial negatif tentang Covid itu memang ada, walau mungkin tidak banyak. Terbukti dengan Pak RT yang nggak mau ane lapor Satgas Covid dari Puskesmas, karena dianggap akan "membuat warga panik". Dalem hati, "Emangnya guwa bukan warga?" Woles aja lapor orang Puskesmas, karena kalau nggak gitu ya nggak dapet PCR gratis.

Aibkah saya ini, Pak? Seolah-olah ane ini positif bunting dan bayi dalam kandungan tidak diketahui siapa Bapaknya. Kalau ada yang ngomongin sih, bodo amat. Kita covid atau tidak, tetep dighibahin terus kok, santai saja.

22 Juni

Selasa pagi. Dikirimin logistik dari Mas seperti beras, susu, madu, vitamin, dll. Alhamdulillah gejala hanya pilek ringan tanpa batuk. Hanya saja badan lemes sekali kayak abis macul kebon 1 hektar. Ditelpon oleh Puskesmas Tanah Tinggi, untuk dijadwalkan PCR di tanggal 25 Juni (Jumat).

Di titik ini sudah mulai kepikiran bakal kembali "pulang". Sudah mulai minta maaf ke teman-teman dan grup WA keluarga.

23 Juni 

Indera penciuman menghilang. Bahkan balsem dan aroma kentut pun terasa hambar. Badan masih lemas. Memutuskan untuk minta izin tidak kerja ke pabrik.

25 Juni

PCR di Puskesmas, dengan membawa KTP dan salinannya. Antriannya panjang tapi lumayan cepat. Di sini banyak juga yang kena 1 keluarga, mulai dari kakek nenek sampai anak-anak yang masih kecil-kecil. Semua dicolok hidung dan tenggorokannya. Wajar lah ada drama-drama dikit.

26 Juni

Alhamdulillah tidak ada gejala lagi. Penciuman normal. Tidak ada batuk dari awal gejala demam muncul. Hanya hidung sering tersumbat. Tetangga mulai tahu kalau ane isoman, dan kirim-kirim makanan. Kayaknya nggak bakalan habis tuh sampe sebulan lewat. Masya Allah..

29 Juni

Dikirim WA dari Puskesmas. Hasil PCR positif dengan CT value 22,55. Disuruh lanjut isoman 10 hari sejak swab terakhir, baru dinyatakan benar-benar sembuh.

5 Juli

Dari hasil diskusi dengan istri, memutuskan untuk melanjutkan isoman sampai 14 hari. Takut hasilnya masih positif.

7 Juli 

Sudah dua malam terakhir tidak bisa tidur awal karena jantung berdetak lebih cepat. Apa ini efek kebanyakan makan vitamin? Hari ini di-stop dulu semuanya. Kita lihat perkembangan.

10 Juli

Alhamdulillah test antigen negatif. Kesembuhan dan kesehatan semuanya datang dari Allah. Ikhtiar kita sebatas kemampuan manusia biasa.

Terima kasih banyak kepada keluarga, teman-teman, tetangga, yang sudah banyak mendukung baik dari doa dan suntikan semangat. Semoga kita senantiasa sehat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

speak now or forever hold your peace

About Me