Ramadan

Bismillah.

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita dipertemukan kembali dengan bulan yang membuat kita merenungi perjalanan hidup, menobati setiap kekhilafan, memotivasi diri untuk tepa selira, meningkatkan kualitas ibadah. Ada berapa banyak orang yang meninggal, padahal sudah hampir maghrib di akhir bulan Sya'ban? Adakah kita berpikir ke situ?

Rasa-rasanya agak males dengan perilaku "si Paling Ramadan". Seolah-olah yang paling berhak memaknai bulan suci ini, namun tidak dengan hal-hal yang esensi. Bulan puasa adalah hype untuk hal-hal yang sebetulnya simbolik. Artefak. Padahal, bulan puasa itu bukan pamer bukber dengan niat menunjukkan bahwa diri yang paling sosial dan banyak sirkel. Bukan tentang baju baru, THR, menu sahur dan berbuka yang melimpah ruah beraneka rupa.

Soal bukber, sejauh yang saya ingat, cuma beberapa kali bukber itu berkesan. Dengan keluarga, dan dengan anak yatim, atau dengan teman yang emang deket banget. Sisanya rasanya... apa ya? Hampa aja gituh. Mulai dari yang pilih tempat di restoran mewah dengan saus di piring dicoret, sampe absen sholat maghrib. Mulai dari pamer outfit dan dandanan menor, sampai topik obrolan yang.. ya gitu lah. Duniawi. Kosong rasanya.

Bukan bermaksud untuk menentang silaturahmi dan jadi anti dengan jabat tangan, tapi kalau diundang bukber biasanya kami mikir-mikir dulu. Bukber di luar kan berarti tidak makan di rumah, yang mungkin saja bikin kecewa orang rumah yang udah repot masak. Atau nanti dateng dulu, tapi ngumpulnya sama sirkel yang kira-kira kagak flexing.

Kalau bukber bareng anak panti asuhan itu kita jadi mikir, "Oh, mereka ini adalah anak-anak yang puasanya mungkin sepanjang tahun". Kita bisa melihat dari tatapan mereka, bahwa mereka berterima kasih sudah dibersamai. Walau mungkin yang kita berikan kita anggap nggak seberapa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

speak now or forever hold your peace

About Me