Bismillah.
Semakin berumur, semakin saya merasa bahwa hari raya terus berkurang impresinya. Lambat laun tanpa kesan. Dilalui sebagai sebuah ritual ibadah yang melulu itu. Bukan kehilangan makna, tapi menjadi kurang khusyuk saja. Layaknya sholat yang dikerjakan secara otonomus. Perasaan barusan takbir, tahu-tahu udah salam. Dan ternyata, "banyak kok yang merasa seperti itu," kata Markonah. "Itu 'kan karena kamu sudah tua."
Ketupat (gambar dari Mufid Majnun) |
Si Markonah sebagai introvert yang tervalidasi pernah ngomong.
"Bisa berhenti?"
"Dari apa?"
"Dari berharap untuk mendapat tempat khusus di hati teman, atau siapapun yang berusaha kamu hubungi kalau kita kebetulan lagi mudik."
Saya perhatikan hidup si Markonah ini bagaikan bakteri golongan mikrococcus. Bisa hidup soliter tanpa bergerombol. Ditandai setiap pulang kampung selalu tidak ada acara yang diikuti. Tanpa bukber. Tanpa kongkow-kongkow bin nongki-nongki ganjen.
"Aku niat pulang cuma satu, mau kumpul sama orang tua," katanya membelah diri, eh membela diri.
Mungkin sudah saatnya kita menyadari, bahwa kita berada di rantai makanan paling dasar. Kurang mendapat prioritas. Terbukti kalau ada bukber tidak ada yang japri. Pesan WA selalu kosong dengan pesan dari sahabat, yang sekadar tanya kabar pun tak ada. Kalau ada kumpul-kumpul nggak pernah diajak. Tanpa harapan akan ikut datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
speak now or forever hold your peace