Bengsin Hanya Untuk Orang Kismin


Bismillah

Disclaimer
Tulisan ini fiksi. Namanya blog, bebas ndobos bin ngabab, asal ndak ketangkep plokis™ :D

Alkisah di sebuah negara (yang katanya gemah ripah loh jinawi, toto titi tentrem kerto raharjo, tukul kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku), Endonesa, tersebutlah sebuah pabrik minyak kelas dunia, namanya Pertamini. Dari dulu, gara-gara minyak urusan bisa jadi panjang : perang, konflik, politik, maupun ketegangan (baik "ketegangan" karena minyak bumi maupun karena minyak bulus). Salah satu barang dagangan Permini adalah BBM Bersubsidi. Di cerita ini ada 3 (tiga) fokus : tentang Pertamini, tentang BBM Bersubsidi, dan tentang solusi dari sales pabrik kerupuk udang Hajjah Siti Zubaedah (merangkap freelance financial planner dan terima order sedot WC).


*******
Tentang Pertamini
Status Pertamini adalah Badan Usaha Milik Negara. Pabrik Pertamini adalah pabrik minyak yang besar, dengan aset akhir tahun 2010 senilai Rp 267 trilyun (lebih tepatnya Rp 266.514.568 juta). Dengan 6 kilang minyak (Cilacap, Balikpapan, Dumai, Plaju, Balongan, dan Kasim), dan 2 kilang LNG (di Arun dan Bontang) produksi minyak bumi Pertamini sudah termasuk mumpuni. Tahukah kamyu, Pertamini adalah penghasil sekaligus pengekspor LNG (Liquid Natural Gas) terbesar di dunia! Kilang Pertamini bukan sembarang kilang, tapi kilang dengan crude kualitas wahid. Orang Endonesa boleh bangga.

Sayangnya, ada beberapa fakta yang membuat juragan dan mandor pabrik Pertamini sulit jualan.

Status BUMN
Dengan status milik pemerintah, bukannya mendapat dukungan modal dan kebijakan fiskal, Pertamini (layaknya BUMN yang lain di Endonesa) cenderung di-kepret oleh petinggi-petinggi Endonesa. Bisa saja terjadi, Pertamini kalah tender gara-gara perusahaan pesaing ada hubungan khusus dengan pejabat Endonesa. Alasan pemerintah "demi profesionalisme, korbankan nasionalisme". Kalau mau ketawa, silakan search kasus di blok L Parigi. Pemerintah profesional? Ikut Srimulat aja deh..

Jatah Preman
Pemerintah meminta deviden yang besarnya naujubilah dari Pertamini baik secara interm atau tahunan. Dan yang bikin sakit hati, Pertamini juga dituntut untuk membayar pajak yang besarnya juga naujubilah. Masih ingat kasus Cepu yang kisruh antara Pertamini, Ekson, dan pemerentah Endonesa? Pemerentah minta jatah 85%, sedang sisanya dibagi antara Pertamini, Ekson dan Pemda. Dengan kondisi begini, susah rasanya buat Pertamini membesarkan lapak. Nggak dimodalin tapi dipalak melulu.

Lapak Asing
Menurut BPS, tahun 2011 lalu, sektor migas menjadi penyumbang terbesar ekspor Endonesa, sekitar US$ 38 milyar. Sebagian besarnya berasal dari gas alam (US$ 21 milyar). Namun, impor Endonesa untuk minyak olahan nilainya US$ 25 milyar (?). Sebenarnya Endonesa punya Duri, kilang paling produktif di Endonesa yang beroperasi sejak tahun 1958. Sekitar 60% produksi minyak mentah Endonesa datang dari sana. Tapi, ternyata pemiliknya... Chepron! Oke, mari gigit jari berjamaah.

Penunggak Hutang
Anehnya, lapak Pertamini nggak dengan leluasa jualan. Dengan status lapak plat merah paling menguntungkan, Pertamini dijadikan bemper untuk lapak plat merah lainnya. Salah satunya, Lapak Listrik Negara (disingkat LLN). Tahun 2010, hutang LLN sudah lebih dari Rp 5,3 trilyun (tepatnya Rp 5.319.303 juta). Entah bagaimana ceritanya LLN ini bisa merugi, padahal sejak jaman baheula dia ini lapak satu-satunya yang boleh jualan listrik di Endonesa? Sudahlah monopoli, kok rugi? Lapak yang aneh...

Kadang-kadang hutangnya LLN ini dibayarin sama pemerentah Endonesa. Apa nggak asik tuh? Kalau mau ngidupin pembangkit, tinggal angkat telpon pesen minyak, dan dalam sekejap truk tangki Pertamini dateng. Yah, delivery service gitu deh.. Tapi ngebon! Pffft.. Kalau nggak dikasih bon, pake acara ngancem listrik byarpet. Dengan kinerja se-ancur itu, saya heran mengapa orang Endonesa mengelu-elukan juragan pabrik LLN yang sekarang pindah jadi mantri, eh, menteri. Mereka mungkin lupa si Juragan LLN ini dulunya raja media yang kalau mau bikin pencitraan gampang sekali.

Menurut saya, lapak negara yang nggak ngerti itung2an dagang harusnya dibubarkan saja. Bikin malu. Ini belum soal IPP, soal proyek listrik, pemadaman bergilir, meteran listrik, dll. Sumpah saya tertarik sekali ngomongin LLN panjang lebar di sini, tapi mungkin kita simpan dulu bahan guyonan penghilang stress ini untuk lain waktu. Mwuahahaha!

Penunggak lain adalah Tentara Endonesa/Plokis (senilai Rp 1,7 trilyun) dan Petrochina (Rp 750 milyar). Kita lebih baik jangan ngomongin plokis deh, ntar urusan jadi panjang. Petrochina ini yang menarik. Dilihat dari situsnya yang seperti dikerjakan oleh siswa SMK baru belajar HTML, sepertinya ini perusahaan kurang bonafid. Tapi mungkin karena China emang mental dagangnya lebih baik dari Endonesa, mereka bisa dapet hutangan gede. Selain mereka, ada lagi beberapa maskapai penerbangan yang juga ngutang kalau beli avtur. Intinya karena juragan Pertamini ini mungkin cewek, yang ngebon jadi gampang sepik-sepik..

Kompetitor di Hulu
Pertamini sadar mereka tidak bisa genjot laba dari hilir. Persaingan di eksplorasi, dengan kilang asing, minyak untuk industri, pada kenyataannya gila-gilaan. Salah satu alasan tingginya impor minyak olahan juga adalah karena sumur minyak Pertamini sebagiannya sudah uzur, akibatnya ongkos produksi untuk eksplorasi dan pengolahan lebih tinggi dibanding beli jadi dari negara tetangga Singapyur (negara kecil yang gampang dikentutin ini sebenarnya nggak punya apa-apa, tapi mereka punya mental bisnis yang hebat, kita bahas lain waktu).

Perusahaan minyak asing di hulu misalnya saja Chepron, Ekson, Britis P, Totol SA, Sell, dan CNOOK (China). Lapak-lapak gede semua itu Gan...

Persaingan di Hilir
Setelah minyak mentah diolah, giliran distribusi ke SPBU. Faktanya SPBU Pertamini masih mendominasi marketshare Endonesa. Siapapun yang mau bersaing dengan Pertamini di sini, bakal hancur babak belur. Mereka harusnya sekarang sudah "rugi bandar". SPBU Petromas asal Malesia misalnya, sudah mulai menyerah, lapaknya sepi-sepi sahaja, SPBUnya bertutupan. Jadi, sales representative Pertamini sebenernya nggak terlalu ambil pusing untuk urusan di hilir ini.

Dari sekian banyak PR Pertamini di atas, ada satu masalah besar lagi yang bikin empet bin eneg di sektor hilir. Pain in the ass, alias bisul di dubur. Masalah itu adalah..


*******
BBM Bersubsidi
BBM Bersubsidi untuk singkatnya kita sebut saja bengsin. Walaupun produknya BBM bersubsidi ada banyak : premium bersubsidi (salah satu jenis bengsin), solar subsidi, minyak tanah subsidi, dan LPG 3kg. Mekanisme distribusinya begini. Dalam APBN Endonesa, misalnya sudah ditetapkan di awal kalau duit untuk ngemurahin BBM subsidi misal Rp 100 trilyun. Duit ini kalau dibeliin minyak, dapet 40 juta kilo liter. Jumlah itu dibagi lagi per propinsi, selanjutnya ke kabupaten/kota. Tentu saja harga minyak yang dipakai adalah harga perkiraan. Dan kebutuhan akan bengsin juga angka konsumsi perkiraan.

Masalah besarnya, harga minyak dunia selalu berubah, plus konsumsi masyarakat Endonesa juga nggak bisa diprediksi. Misal harga minyak makin tinggi, atau tiba-tiba di tengah tahun kuota bengsin sudah habis. Akibatnya, dalam APBN-P, duit subsidi yang tadinya cuma Rp 100 trilyun, membengkak jadi Rp 160 trilyun. Lalu, seandainya kuota bengsinnya masih kurang juga, pemerentah Endonesa nggak mau tahu. Pertamini yang harus nombok. Jangan lupa juga, LPG 12kg itu subsidinya juga Pertamini yang nombok, karena harganya diatur Pemerentah. Gimana mau jualan kalo diatur-atur gitu?

Mengapa Harus Ada Subsidi Bengsin?
Ini lagi-lagi soal politis. Di mana lagi selaen di Endonesa, bengsin bisa dipakai jadi dana kampanye? Sudah mau Pemilu 2004, tiba-tiba harga bengsin jadi murah meriah. Padahal, Mbak Meggy dulu itu ya pada akhirnya juga nggak kepilih jadi Presiden loo.. Kasian banget deh. Hahahaha. But wait, bukannya pemilu yang akan datang presiden Esbiway juga pasti nggak bakalan kepilih lagi? Kenapa masih tebar pesona, dan rela keluar duit sampe berdarah-darah? Ssst... jawabannya lagi-lagi politis :

Boleh jadi nanti orang dari partai yang sama (entah bininya, anaknya, siapanya) pengen maju jadi Presiden Endonesa juga..

Di mana-mana kalau sudah ada campur tangan politis, jualan jadi susah. Makanya, kita sering lihat ada pedagang pemilik lapak gede yang ujung-ujungnya jadi politisi : supaya bisa mengubah regulasi, yang pada akhirnya menguntungkan lapak pribadi.


*******
Solusi Sales Kerupuk Udang
Saya membenci bengsin bersubsidi karena
- Saya bukan termasuk konsumen BBM. Saya tidak punya kendaraan bermotor. Di dalam duit Rp 160 trilyun itu ada jatah yang tidak saya ambil. Ini tidak adil. Apalagi terkadang kita lihat orang pakai mobil bagus tapi di SPBU ngisi bengsin (atau nyampur Pertamax dengan bengsin).
- Motif keberadaannya lebih ke politis daripada ekonomis. Sungguh tidak bisa diterima.

Layaknya main Sim City, dan secara itung2an dagang, saya hanya melihat masalah ini sesimpel bagaimana menyulap dana sekitar Rp 100 trilyun (katakanlah yang Rp 60 trilyun tetap untuk subsidi LPG) sedemikian sehingga
- Pertamini tetep untung
- APBN tidak berdarah-darah
- Citra pemerentah tidak rusak
- Masyarakat tidak kisruh karena ekonomi stabil

Jawabannya..
Hapus Subsidi Bengsin!
Sudah. Begitu saja. :p

Kita lihat kira-kira apa yang terjadi bila subsidi bengsin dicabut (artinya kita punya dana Rp 100 trilyun setahun).

Pertamini Untung
Salary untuk orang Pertamini akan lebih menggiurkan daripada salary di pabrik minyak asing. Akibatnya orang-orang Endonesa yang cerdas akan beralih ke Pertamini. Ini berarti kesempatan untuk eksplorasi dan riset kilang minyak baru jadi lebih luas. Pertamini siap bersaing dengan lapak asing di negeri sendiri. Kita tidak keluar duit di sini, duit kita masih utuh 100 trilyun perak.
Biaya : Rp 0

Mass Transportation yang Bagus
Kata Sutiyoso, "Tidak ada sejarahnya mengatasi macet dengan cara memperlebar jalan. Nggak mungkin. Solusi di negara-negara maju adalah dengan cara menambah transportasi masal". Jakarta macet karena salah kebijakan. Saya sepenuhnya setuju dengan ini. Dengan ongkos transport yang murah dan pelayanan yang baik, orang akan beralih dari kendaraan pribadi. Di Thailan, Manilah, atau Singapyur, semua punya transportasi masal yang bagus. Orang akan pilih naik subway karena pajak mobil pribadi lebih mahal.
Biaya : Butuh Rp 3 trilyun untuk membangun monorail. Kalau 5 kota besar butuh dana yang sama, kita butuh Rp 15 trilyun. Masih ada duit Rp 85 trilyun.

Riset Energi Alternatif
Orang-orang Endonesa ini sebenernya pinter2 luar biasa. Cuma kebanyakan tidak dihargai saja, makanya mereka lebih memilih berkarya di negara orang. Kita perlu dana untuk riset energi alternatif, yang lebih ramah lingkungan dan tentunya lebih murah. Saya berani bayar mahal supaya orang-orang pinter itu balik lagi ke Endonesa.
Biaya : Kasih aja Rp 5 trilyun. Sisa Rp 80 trilyun.

Sue Chepron!!
Saya tidak yakin cara ini berhasil, karena presiden Endonesa nggak segarang Venezuela yang mencaplok (istilah mereka "nasionalisasi") perusahaan minyak asing. Sekarang gimana caranya biar ituh Chepron angkat kaki dari bumi Endonesa? Bukan hanya minyak Endonesa yang disedot, tapi orang2 Endonesa yang pinter2 juga disedot. Hugo Capes saja cuma bayar USD 250 juta (sekitar Rp 2 trilyun lebih), berarti kita bisa anggarkan duit lebih banyak dikit, sekalian sewa pengacara-pengacara yang bagus. Jangan cuma bikin pengacara nongkrong di Lawyers Club.
Biaya : Nggak papa deh Rp 10 trilyun. Masih sisa Rp 70 trilyun.

APBN Bidang Pendidikan dan Kesehatan
Pendidikan di mana-mana jadi hal krusial karena kalau orang pinter, nggak mungkin hidupnya susah. Sekarang yang ngibulin banyak : sinetron ndak bener, MLM tipu-tipu, perusahaan asal Canada, asuransi/investasi bodong, judi toto gelap, dll. Anggaran lebih banyak perlu dikasih ke pendidikan supaya : lebih banyak orang yang mau jadi guru dan ditugaskan ke daerah terpencil, perbaikan sarana pendidikan, perluas kesempatan untuk orang pinter tapi gak mampu, dsb.
Biaya : Kemarin dianggarkan Rp 266 trilyun, dikasih..hm... tambahan Rp 30 trilyun lagi deh

Di bidang kesehatan, kita mesti kasih duit lebih supaya lebih banyak orang yang sehat daripada yang penyakitan. Kalau orang sehat, jadi gampang cari duit. Bayangkan kalau tukang siomay nggak jualan gara-gara bisulan terus nggak ada duit buat berobat? Bisa hancur perekonomian kesiomayan Jakarta.
Biaya : Kemarin sempet dianggarkan Rp 19,8 trilyun, terus turun jadi sekitar Rp 13 trilyun. Kita kasih lagi deh, tambahan Rp 10 trilyun! Salam olahraga! Ayye!!

Usaha Kecil dan Menengah
Terbukti, pada krisis ekonomi '98 silam, sektor usaha yang tidak terjamah badai adalah sektor kecil dan menengah. Mengherankan, pabrik-pabrik gede yang jualannya gila-gilaan bisa ambruk, sedangkan warung-warung kroco justru makin menggeliat dan lolos dari kebangkrutan. Lagi-lagi saya setuju dengan Bang Sandiaga Uno, kita perlu tambahin modal biar mereka bisa makin berjaya!
Hmm... Rp 20 trilyun cukup deh.

Sisanya??
Duit kita masih Rp 10 trilyun lagi. Sebenernya sampe di sini saya sudah bingung lagi mau ngabisin ke mana... Ternyata punya duit banyak juga bikin bingung. Hahahaha. Mungkin untuk kesejahteraan petani, penghijauan (rehabilitasi hutan), pembebasan lahan perkotaan untuk taman, militer/penjagaan perbatasan, rewards lebih besar untuk orang/lembaga yang berjasa untuk lingkungan hidup, perbaikan birokrasi (supaya nggak ada istilah bikin KTP versi cepet atau versi standar. Versi cepet, 75rebu, 3 hari doang. Versi standar, goceng, tapi jadinya 2 bulan), promosi pariwisata. Ada masukan?

Kesalahan orang awam saat harga bengsin naik adalah mengira kalau harga barang-barang akan naik, inflasi meninggi, dsb. Padahal kalau harga bengsin tidak naik, justru inflasi makin tinggi. Yang perlu diperhatikan adalah perilaku orang untuk membelanjakan uang. Percuma dikasih BLT kalau habis untuk rokok, kredit motor tambahan, atau beli barang konsumtif yang tidak signifikan untuk peningkatan kesejahteraan keluarga miskin. Yang penting adalah menaikkan daya beli masyarakat, sehingga orang bener-bener ngabisin duit buat hal-hal penting.

Jakartans: acts like first world citizen when it comes to gadgets, acts like third world citizen when it comes to gas price -- Bernadette Duisters @doggudoggu




*******
Referensi :
Wikipedia.org : Endonesa, Pertamini, Lapak Listrik Negara, Minyak Bumi, Chepron
Situs company : Pertamini dot com, PetroChina, LLN, Indonesia Setara dot com
Situs Pemerentah : Depkeu, BPS
Blog : Teguh Hidayat

3 komentar:

speak now or forever hold your peace

About Me