Disclaimer : tulisan ini hanya untuk 18 tahun ke atas.
Sekitar 3 tahun lalu, saya pernah operasi tetek. Insya Allah dalam waktu dekat, operasi lagi, di bagian tubuh yang sama. Sebetulnya kejadian bermula dari adanya "bisul" di paha kiri. Bisul ini gejalanya mirip dengan bisul pada umumnya. Yang membuat cemas, bisul ini tumbuh di tempat yang sama dengan benjolan seperti kutil, yang tumbuh sudah berbulan-bulan lalu.
Ke Puskesmas
Kata orang, Puskesmas merupakan singkatan dari Pusing Keseleo Masuk-angin. Dan boleh jadi memang demikian adanya. Penyakit yang bisa diobati oleh Puskesmas terbatas pada penyakit-penyakit khas orang-orang yang keadaan finansialnya bermasalah. Coba lihat saja ekspresi orang-orang yang berobat ke Puskesmas, semuanya muka orang susah. Obat-obatannya pun obat versi murah. Parasetamol, Antalgin, Amoxicillin, dan CTM. Tak jauh-jauh dari situ.
Penamaan "CTM" oleh masyarakat pun sebenarnya salah kaprah, karena "CTM" adalah merek dagang dari Chlorpheniramin, golongan obat anti-histamin yang gunanya mengurangi gejala alergi seperti bersin, mata berair, dsb. Efek samping dari "CTM" ini salah satunya adalah mengantuk, sehingga orang salah kaprah (lagi) menggunakan obat ini sebagai obat tidur. Padahal salah satu efek samping CTM lainnya adalah gangguan ingatan. Mungkin itulah sebabnya orang yang sering mengkonsumsi CTM jadi agak-agak bego.
Hla kok jadi ngomongin CTM.. Oke lanjut.
Lalu, mengapa ke Puskesmas? Terus terang, saya tidak punya alasan khusus percaya pada Puskesmas. Bahkan kakak dan ibu yang notabene bekerja di Puskesmas, kalau sakit biasanya langsung ke dokter. Persalinan? RS Ibu dan Anak. Anak sakit? Ke dokter spesialis. Kecelakaan? Bawa ke UGD, atau kalau berani ya berobat ke dukun patah tulang atau pijet. Puskesmas kan sudah gratis? Lalu, mengapa tidak ke Puskesmas?
Keengganan orang ke Puskesmas adalah wujud ketidakpercayaan warga pada negaranya.Anies Baswedan saja pernah bilang, kalau kita itu sebenernya nggak butuh negara.
Syarat berobat ke Puskesmas gampang, cuma bawa KTP asli saja. Ketika KTP saya sodorkan, "Pak, untuk kali ini saya maafkan, tapi lain kali Bapak harusnya berobat di Puskesmas X sesuai dengan KTP, ini Puskesmas untuk kecamatan Y," pegawai loket menerangkan. Saya pun makan siomay sambil menunggu antrian. Satu hal yang saya herankan dari dulu, mengapa desain puskesmas atau rumah sakit itu selalu putih pucat. Nggak ceria, gitu. Bukankah itu membuat orang sakit jadi tambah sakit?
Tak lama setelah selesai makan, nama saya dipanggil.
Saya menjelaskan runut perkara, operasi 3 tahun lalu, payudara yang masih sakit bila tangan membawa beban berat atau ketika ditekan, hingga bisul yang tumbuh. Dokter hanya melihat sekilas, saya hitung tak sampai 4 detik, lalu menulis resep. Sudah. Begitu saja. Tak ada grepe-grepe, tak ada sentuhan apa pun. Apakah dokter ini sedemikian jago menerawang penyakit?
Tapi, melihat kondisi antrian pasien, boleh jadi saya tahu penyebab sebenarnya. Dokter Puskesmas dituntut untuk melayani sekian banyak orang, dengan waktu yang terbatas. Tak heran 'waktu periksa per pasien' jadi singkat. Gratis ini, ngapain berlama-lama? Mungkin demikian pikir Bu Dokter.
Saya lalu menunggu obat. Sesuai dugaan : parasetamol, dan amoxicillin. Saya pulang dengan perasaan tak puas. Mungkin benar apa yang dikatakan Daniel Gilbert. Semakin banyak uang yang dikeluarkan orang untuk mendapatkan sesuatu, maka secara psikologis akan membuatnya lebih bahagia, dibandingkan bila mendapatkan sesuatu dengan cuma-cuma. Esoknya saya ke RS Usada Insani.
Ke RS Usada Insani
Usada Insani sebenarnya bukan rumah sakit besar, tapi statusnya menggantung antara dua hal : lebih baik dari rumah sakit pemerintah (karena ia RS Swasta), tapi tidak lebih baik dari RS Swasta besar yang sudah terkenal dan mahal. Di sini total bayar Rp 283 ribu. Sudah termasuk biaya obat. Oleh dokter spesialis bedah, saya dianjurkan untuk operasi. Untuk 'bisul', dideteksi sebagai 'kista yang terinfeksi'. Setidaknya, jauh lebih baik daripada Dokter Puskesmas yang cuma bilang "Itu merah karena kegesek-gesek celana".
Saya ngobrol dengan keluarga, dan dianjurkan untuk selesaikan makan obat sambil cari opini dari dokter yang berbeda.
Ke Mayapada Hospital
Lokasi Mayapada Hospital setahu saya ada dua, di Lebak Bulus dan Modernland Tangerang. Sebelumnya, saya tanya Bobby alias Bunda Dorce alias Andre Penjajah alias Arshadie Sadrifa, teman semasa kuliah yang tinggal di Tangerang Selatan. Pilihannya memang agak terbatas. Siloam Karawaci, Eka Hospital, Awal Bros. Semuanya di Tangsel. Mengingat abang juga akan dinas ke luar kota, dan jarak yang lumayan jauh, pilihan akhirnya masuk ke Mayapada, di Tangerang Kota. "Mayapada saja sudah brow, itu langganannya uwak saya," begitu bunyi WhatsApp Andre.
Hari ini saya ke Mayapada. Saya jarang lewat daerah Modernland, jadi hanya sesekali melihat logo Mayapada Hospital dari kejauhan yang sekilas mirip logo lama muhajirin.net. Seperti kupu-kupu. Setelah masuk, ternyata rumah sakit ini besar juga. Menurut saya lebih besar daripada Usada Insani. "Pasti jauh lebih mahal nih," pikir saya sebelum masuk. "Bang, ada bawa cash lebih nggak?" saya tanya Abang yang menemani. "Pake debit aja nanti," Abang lebih solutif ternyata.
Di sini opini dokter sama saja. Memang harus diangkat, dan dioperasi 'ulang'. Kami diberi penjelasan sebagai berikut.
Abces / bisul
Penyebabnya bisa dari luar, atau dari dalam. Gejalanya merah, bengkak, nyeri, dan biasanya disertai demam. Pori pada kulit manusia ada kelenjarnya, yang berfungsi untuk mengeluarkan keringat dan kotoran. Terkadang, ketika pori tersumbat, ada bagian yang menjadi radang, sampai terinfeksi. Biasanya disebut kista epidermoid atau atheroma. Masyarakat sering bilang jerawat batu. Biasanya tindakan non operasi bisa saja membuat sembuh, tapi jarang. Jika operasi, tipenya adalah operasi minor.
Gynecomastia
Gejalanya adalah tumbuhnya payudara pada pria secara tidak normal. Misalnya gede sebelah, keras di bagian tertentu, sakit pada kulit di bagian payudara, hingga darah yang keluar dari puting susu. Jangan mengira bahwa breast cancer hanya bisa terjadi pada wanita. Kita ini mamalia, jadi pasti punya kelenjar susu. Penyebabnya bisa macam-macam, mulai dari obat-obatan seperti steroid atau obat fitness, marijuana, pengaruh hormon, penyinaran/radiasi, hingga genetika. Lebih dari separuh anak lelaki mengalami ini ketika puber.
Dokter bilang, pergi ke dokter mana saja, solusinya sudah pasti diangkat/operasi. Insya Allah saya sudah siap. Kemungkinan besar kami naik meja operasi kurang dari seminggu lagi. Kalau sudah selesai, saya akan lanjutkan tulisan ini dan share semuanya. Mohon doanya. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
speak now or forever hold your peace