Bismillah
Kita mungkin pernah melayat ke keluarga, kolega, atau kenalan yang meninggalnya tanpa ada firasat apapun sebelumnya. Tadi malam masih main badminton sama-sama, pagi sudah nggak ada. Siang masih ngobrol di kantor, malemnya sudah pasang bendera kuning. Tidak ada yang benar-benar tahu di urutan berapa nomor antrian kita, kecuali Ia.
Bayangkan orang yang profesinya setiap hari berkutat dengan kematian. Seperti juru gali kubur, yang sudah berpengalaman bertahun-tahun pula, berurusan dengan manusia tak bernyawa, mulai dari lulusan SD hingga guru besar, prajurit biasa hingga jendral berbintang-bintang, kaum papa ataukah pemilik harta setara separuh dunia. Semuanya sama, terbujur kaku diam terbalut kain sehelai.
Juru gali kubur sudah mahfum, kematian bukanlah hal yang perlu ditakuti. Justru yang mengerikan adalah saat pertanggungan jawab kelak di alam barzakh, hanya ditemani amalan kita. Secinta-cintanya keluarga, emang ada yang mau nemenin masuk ke dalem lubang? Mobil mewah, rumah megah, sertifikat tanah, mau diikutkan ke dalam peti?
"Anu Pak Ustad, tolong taruh hape paling canggih ini di samping jenazah. Biar nanti kalau beliau udah sampe sono, bisa ngabarin keluarganya di mari."
"Pak, Ibu Fulanah sudah disuntik Combantrin? Soalnya kemarin operasi hidung habis 20 juta Pak, sayang kan kalau dimakan cacing, entar cakepnya ilang"
"Nanti kuburan almarhum dikasih marmer tinggi, diberi atap, terus dipasangin AC 2PK ya Pak, biar keliatan beda gituh sama kuburan yang laen.. Maklum lah Pak beliau kan dulu orang pangkat"
Jadi lucu kan ceritanya? Semua hal keduniawian sudah tidak berguna lagi. Mau bertempur atau tidak bertempur, ujung-ujungnya sama saja mati ya dimakan cacing. Dan cukuplah kematian menjadi nasihat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
speak now or forever hold your peace