Bismillah
Di tengah "kesederhanaan" (kalau tak mau dibilang keterbatasan) finansial keluarga kami, akhirnya alhamdulillah tahun ini bisa mudik. Dengan harga tiket pesawat yang sempat membuat kepikiran untuk bikin paspor, pesan tiket ke Malaysia dulu, lalu menuju tanah kelahiran lewat jalur darat, tentu ini menjadi babak tersendiri dalam rangkaian episode pulang kampung tahun ini.
Pulang kampung bisa dibagi menjadi 2 kategori utama. Pulang kampung reguler, yaitu mudik lebaran atau karena libur panjang memanfaatkan tanggal merah, atau kepulangan yang niatnya permanen: seperti kepulangan setelah kuliah tahun 2009, dan kepulangan kami di tahun 2017. Masing-masing kepulangan permanen tentu menyisakan ceritera dan hikmahnya masing-masing.
Pulang itu bukan soal yes-no question atau bagaimana caranya, tapi lebih pada waktunya. Karena mau tidak mau, suka atau benci, yang namanya pulang adalah sebuah keniscayaan. Ini sih ane terinspirasi dari kata-katanya Mat Tejo pas makan bakso kemarin. Haha.
Ketakutan soal masa depan, walau sedikit, pasti terasa juga. Soal pendidikan. Jalan hidup yang dipilih masing-masing anggota keluarga. Domisili. Jaminan fasilitas kesehatan. Atau soal lainnya, yang turut jadi pertimbangan bin pikiran.
Percaya bahwa waktu adalah jawaban dari semua pertanyaan dan luka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
speak now or forever hold your peace