Sempat ada kabar, entah benar entah tidak, seseorang bergaji 20 juta rupiah sebulan, merasa kesulitan memberi makan keluarganya. Kok, bisa? Penyebabnya tak lain adalah karena hutang bin cicilan yang menggerogoti penghasilan utama. Jadi orang itu bisa tenang hidupnya bukan karena banyak uang, tapi karena tidak ada yang jadi beban pikiran. Tidak ada uang masih nggak papa, yang penting nggak kepikiran macem-macem.
Sebelum tahun lalu, keluarga kami ini masih berhutang pada bank untuk pembiayaan rumah. Alhamdulillah entah mengapa, setelah hutang ke bank kami selesaikan, wajah makin cerah. Langkah makin ringan. Dan walaupun penghasilan sebetulnya masih di kisaran situ-situ juga, kok kayaknya lebih adem aja. Mungkin betul kata Bang Haji Roma Irama, hutang itu bikin siang tak tenang, dan malam tak nyenyak.
Beberapa bulan lalu juga saya sempat mengalami masalah seputar pajak. Kalau diceritakan, mungkin akan jadi panjang lebar. Intinya ada oknum yang bermain dan memanfaatkan kami (dan beberapa tetangga di kanan-kiri). Saya nggak mau bayar. Saya bilang, saya nggak ada uang. Kenapa tega sekali di saat pandemi dan kesulitan ekonomi seperti ini, kami ditagih nominal yang besar.
Hari ini, saya bertekad untuk melepaskan semuanya. Apa yang terjadi, Allah yang Maha Berkehendak. Pikiran jadi lebih kalem. Toh hidup ini katanya cuman mampir minum.
Kalau tak salah, dulu sekali, saya pernah mengalami fase seperti ini. Bedanya, urusannya dengan oknum bea cukai dan sebuah perusahaan jasa delivery. Semua serba kusut. Sempat berpikir, apakah dalam satu instansi tidak ada lagi yang bekerja dengan jujur?
Apakah 'normal'-nya memang demikian? Mencari uang dengan cara yang kurang baik? Apakah ini terjadi di semua lini pemerintahan? Jika memang begitu, siapakah yang layak untuk dipercaya? Mungkin ini juga yang jadi penyebab di antara kita semua terjadi krisis kepercayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
speak now or forever hold your peace