Seharusnya judul yang tepat bukan home-schooling, tapi mungkin "anti diknas". Karena sejatinya keinginan saya bukan belajar di rumah, tapi lebih ke mencari alternatif lebih baik dibandingkan kurikulum mainstream yang menurut saya tidak sreg didulangkan ke anak.
Perhatikan pula, saya menggunakan kata "saya", bukan "kami berdua" atau "saya dan istri", soalnya masih berantem sejak kurang lebih 2 tahun lalu tentang jalur mana yang harusnya kami ambil. Setelah melihat beberapa literasi tentang sekolah dari rumah, tentu banyak sekali hal yang perlu dipertimbangkan. Salah satunya soal kesesuaian ketika anak nantinya menempuh jalur pendidikan tinggi (kuliah).
Sempat ngobrol-ngobrol sama Naili yang sudah nyemplung duluan di jalur ini. Tapi ternyata si Emak yang satu itu pun pada akhirnya mengaku kewalahan. Dan memang benar bahwa kemampuan orang tua amat sangat terbatas, apalagi saya akui latar belakang pendidikan orang tua juga berperan besar.
Ada kejadian menggelitik ketika saya ikut sebuah seminar parenting. Iseng-iseng tanya tentang efek anak menjadi steril ketika memilih home-schooling. Jawabannya rada gak nyambung dan sedikit ngegas. Lebih ke arah "pembelaan" dan "penghakiman" ke orang tua yang memilih menyekolahkan anak di rumah. Pas dilihat-lihat lagi, emang pembicaranya ternyata dekan. Mungkin itu juga ya yang jadi pengaruh pandangan orang. Kalau dia dari institusi pendidikan, bisa jadi terkait ngebul atau nggak nya dapur juga.
Jadi keputusan ini biarlah tetap ditunda sampai nanti ada diskusi yang lebih dalam antara kami berdua dulu. Soal biaya. Soal efek psikologis ke anak. Soal materi kurikulum sekolah negeri yang (perlu adil dicermati) sepertinya juga berkembang. Kita lihat beberapa tahun lagi saat anak sudah akan masuk usia sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
speak now or forever hold your peace