Bismillah.
Karena nggak bisa tidur, akhirnya kepikiran seperti ini. BPIH itu kan "DP"-nya supaya kita dapat nomor antrian adalah Rp 25 juta. Lebih tepatnya sih ada tambahan Rp 500 ribu karena saldo di bank mitra harus tertahan segitu.
Tunggu dulu. Ini pas ngetik kok jadi takut kepanjangan, ya? Kita batasi sahaja topiknya. Intinya best practice naik haji, dengan memperhatikan biaya dan masa tunggu.
Jika kita lihat, rata-rata antrian haji per tahun 2022 adalah 22 tahun. Rentangnya dari 9 tahun (Kabupaten Maybrat di Papua Barat) hingga 46 tahun (Kab Bantaeng di Sulsel). Dan masa antrian ini akan naik terus, jika kenaikan jumlah calon jamaah haji per tahun tidak diiringi dengan kenaikan kuota haji Indonesia yang berkisar 221.000 per tahun (sebelum pandemi).
BPIH juga fluktuatif. Tergantung banyak hal, misal harga tiket pesawat / avtur, pajak, nilai tukar mata uang, dan masih banyak lagi. Untuk tahun 2022, BPIH jadi Rp 39-41 juta.
Karena antrian panjang tersebut, ada beberapa cara untuk mempersingkat waktu tunggu. Misalnya dengan ONH Plus, haji Furoda, berganti KTP ke kabupaten dengan waktu tunggu yang lebih sebentar, sampai kalau mau ekstrim, pindah kewarganegaraan ke negara semacam Filipina atau Kanada sekalian.
Kita fokus ke haji furoda saja. Dia pakai visa haji juga, resmi, dan bayar langsung berangkat. Selain itu kualitas fasilitas yang ditawarkan lebih baik dibanding haji reguler. Masalahnya, kisaran biayanya adalah USD 13K (termurah). Memang untuk kelas sultan.
Tapi, mari kita merenungkan hal berikut:
- Daripada membayar Rp 25 juta di awal namun tetap harus menunggu 22 tahun, bagaimana bila uang tersebut kita putar di bidang usaha tertentu, yang returnnya melebihi atau cukup untuk membayar 2 orang calon jamaah (suami dan istri, misalnya) di akhir tahun ke-22? Atau, kemungkinan lain, bisa mencapai titik biaya haji furoda yang USD 13K, bahkan sebelum tahun ke-22? Perlu diingat, BPIH itu pasti lebih dari Rp 25 juta. Kekurangannya yang Rp 15 juta (Rp 40jt - Rp 25jt) harus disediakan juga oleh calon jamaah, disebut dengan "pelunasan" di tahun keberangkatan.
- Saldo kelola dana haji saat ini sudah mencapai Rp 149T. Itu adalah akumulasi dari setoran dana awal masing-masing calon jamaah (sebesar Rp 25juta tadi), ditambah dengan return dari berbagai instrumen investasi syariah. Yakinkah kita, bahwa instrumen investasi yang digunakan pemerintah tidak akan bermasalah? Atau, paling minimal, darimana kita mengetahui bahwa return dari setoran ratusan triliun rupiah itu akan tepat guna (baca: tidak dikorupsi, disalahgunakan untuk membangun infrastruktur, dll)? Ini kita bicara dana Rp 25 juta per orang yang mengumpulkannya susah payah, mungkin sampai harus jual tanah, gadai rumah, atau kredit dari bank.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
speak now or forever hold your peace